Rabu, 19 November 2025

Murianews, Jakarta – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM menemukan sejumlah fakta terkait pemilihan umum (Pemilu) 2024. Dalam siaran pers yang dirilis Rabu (21/2/2024), ada sejumlah catatan yang dirangkum Komnas HAM atas penyelenggaraan Pemilu serentak 2024.

Catatan itu didasarkan pada pengamatan situasi penyelenggaraan Pemilu Serentak 2024 yang dilakukan Komnas HAM RI di 14 Provinsi dan 50 Kabupaten/Kota pada 12-16 Februari 2024. Fokus pengamatan situasi ini mencakup pemenuhan hak pilih kelompok marginal-rentan, netralitas Aparatur Negara, diskriminasi dan intimidasi, serta hak kesehatan dan hak hidup petugas Pemilu.

Menurut Komnas HAM, hak pilih kelompok rentan dinilai tidak terpenuhi. Salah satunya adalah tidak ada Tempat Pemungutan Suara (TPS) di banyak rumah sakit (RS) di Indonesia.

”Hampir seluruh rumah sakit tidak memiliki TPS khusus sehingga ratusan tenaga kesehatan dan pasien kehilangan hak pilih," kata Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro.

Kemudian, ada ribuan warga binaan pemasyarakatan (WBP) kehilangan hak pilih karena tidak terdaftar sebagai DPT dan DPTb. Sebanyak 1.804 WBP di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Medan tidak dapat menggunakan hak pilihnya karena tidak memiliki e-KTP.

Sementara di Rutan Kelas IIB Kabupaten Poso sebanyak 205 WBP yang masuk dalam DPTb tidak dapat menggunakan hak pilihnya karena kekurangan surat suara. Hal yang sama juga terjadi di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Manado dimana 101 WBP yang terdaftar sebagai DPTb tidak dapat menggunakan hak pilihnya karena kekurangan surat suara.

Selanjutnya, minimnya Pemilu akses bagi kelompok disabilitas. Selain sarana dan prasarana di lokasi TPS yang tidak ramah disabilitas, Komnas HAM juga tidak menemukan adanya surat suara braile bagi pemilih netra.

Banyak pekerja yang tidak bisa memilih dan kehilangan hak pilihnya karena harus bekerja pada hari pemungutan suara. Hal ini sehubungan dengan Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Hari Libur Bagi Pekerja/ Buruh dan Tanggal Pemungutan Suara Pemilihan Umum dan Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota yang tidak mewajibkan Perusahaan untuk meliburkan para pekerja pada hari H Pemilu.

”Kesempatan untuk mendapatkan upah lebih dengan tetap bekerja pada hari pemungutan suara menjadi celah bagi Perusahaan untuk tetap mempekerjakan para pekerja dan mengabaikan hak pilih mereka,” katanya.

Berikutnya, banyak pekerja di IKN yang tidak bisa memilih karena tidak tersosialisasi dengan baik untuk mengurus surat pindah memilih ke lokasi kerja mereka di IKN. Minimnya atensi Penyelenggara Pemilu terhadap pemenuhan hak pilih kelompok

masyarakat adat dan terpencil. Sebanyak 600 orang Masyarakat Adat Baduy Luar belum memiliki eKTP sehingga tidak terdaftar sebagai pemilih. Selain itu, kekhususan wilayah masyarakat adat juga menjadi tantangan yang belum mampu diatasi oleh penyelenggara Pemilu bagi pemenuhan hak pilih kelompok masyarakat adat.

Ratusan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) di berbagai pantai sosial tidak dapat menggunakan hak pilihnya karena tidak terdaftar sebagai DPTb di lokasi panti sosial. Minimnya sosialisasi Penyelenggara Pemilu kepada pengurus panti-panti sosial menyebabkan banyak PMKS dan WBS yang tidak dapat menggunakan hak pilih.

Di samping itu, ada temuan Komnas HAM terkait netralitas Aparatur Negara sangat berhubungan dengan politik uang untuk pemenangan peserta Pemilu tertentu. Berikutnya, merujuk pada data temuan lapangan Komnas HAM, Kementerian Kesehatan (per 21/02/2024), dan KPU RI, terdapat 3.909 Petugas Pemilu yang sakit dan sebanyak 71 Petugas Pemilu meninggal dunia. Kelelahan dan faktor komorbid menjadi penyebab utama banyak petugas Pemilu yang sakit dan meninggal dunia

Temuan lainnya di antaranya, banyak TPS yang terlambat melaksanakan proses pemungutan suara karena ketidaksiapan petugas Pemilu dalam menyelenggarakan proses pemungutan suara. Penyebabnya antara lain karena keterlambatan logistik Pemilu, cuaca, dan keterlambatan para saksi hadir di lokasi TPS.

Kemudian, minimnya sosialisasi Penyelenggara Pemilu terkait prosedur pindah memilih sehingga banyak masyarakat yang kehilangan hak pilihnya karena harus bekerja di luar domisili. Penyelenggara Pemilu sangat pasif dalam mendorong pemenuhan hak pilih bagi kelompok marginal-rentan.

Komentar

Berita Terkini

Terpopuler