Kamis, 20 November 2025

Ketua Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Blora Sunoto mengatakan kecewa terhadap manajemen GMM. Menurut dia, penempatan teknisi nonahli di bagian vital pabrik memperparah kondisi hingga boiler berulang kali rusak.

“PG itu jantungnya ada di boiler. Tapi teknisi boiler diganti orang yang bukan ahlinya. Sekarang petani yang jadi korban,” ujar dia, saat audiensi di DPRD Blora.

Senada dengan Sunoto, Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Blora Kusnanto juga menyoroti lemahnya kesiapan pabrik sejak awal berdiri.

“Mesin boiler yang dipakai GMM memang bermasalah. Kalau sudah tua dan tidak layak, seharusnya ada solusi sejak awal. Jangan sampai petani yang menanggung kerugian,” katanya.

Pelaksana Tugas Direktur Utama PT GMM Sri Emilia Mudiyanti mengakui usia boiler yang sudah dipakai sejak 2010 membuat kerusakan berulang.

Ia mengatakan perusahaannya telah menjalin kerja sama darurat dengan PG Rendeng dan PG Trangkil untuk menyerap sebagian tebu petani.

”Kami mohon maaf kepada petani karena tidak bisa menyerap seluruh tebu. Kami siapkan fasilitas tambahan berupa jembatan timbang dan transportasi ke pabrik lain,” katanya, menjelaskan.

Meski begitu, para petani tetap cemas karena khawatir kualitas tebu menurun jika terlalu lama tidak digiling. Kerugian ditaksir mencapai puluhan miliar rupiah, dengan rata-rata nilai satu truk tebu sekitar Rp 5 juta.

Komentar

Berita Terkini