Polda Jawa Tengah (Jateng) menyatakan bahwa dari 31 korban yang teridentifikasi, lebih dari sepuluh di antaranya telah menjadi korban persetubuhan oleh pelaku.
Sebagian besar korban adalah warga Kabupaten Jepara. Sisanya berasal dari Semarang, Lampung dan Jawa Timur.
Para korban itu dipaksa untuk mengirim foto maupun video asusila sesuai permintaan pelaku. Bahkan, sebagian korban sudah pernah disetubuhi pelaku.
”Saya tidak bisa menyampaikan secara detail. Karena ini privasi. Tapi perlu kami sampaikan, lebih dari sepuluh orang (yang disetubuhi pelaku),” ungkap Kombes Dwi usai menggeledah rumah pelaku, Rabu (30/4/2025).
Kombes Dwi juga mengungkapkan, ancaman demi ancaman pelaku terhadap korban terus dilakukan.
Murianews, Jepara – Fakta baru terungkap dalam kasus predator seksual anak di bawah umur yang dilakukan oleh pemuda berinisial S (21) asal Kecamatan Kalinyamatan, Kabupaten Jepara.
Polda Jawa Tengah (Jateng) menyatakan bahwa dari 31 korban yang teridentifikasi, lebih dari sepuluh di antaranya telah menjadi korban persetubuhan oleh pelaku.
Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Jateng, Kombes Dwi Subagio mengungkapkan, 31 korban predator seksual itu rata-rata masih berusia 12-17 tahun atau masih sekolah.
Sebagian besar korban adalah warga Kabupaten Jepara. Sisanya berasal dari Semarang, Lampung dan Jawa Timur.
Para korban itu dipaksa untuk mengirim foto maupun video asusila sesuai permintaan pelaku. Bahkan, sebagian korban sudah pernah disetubuhi pelaku.
”Saya tidak bisa menyampaikan secara detail. Karena ini privasi. Tapi perlu kami sampaikan, lebih dari sepuluh orang (yang disetubuhi pelaku),” ungkap Kombes Dwi usai menggeledah rumah pelaku, Rabu (30/4/2025).
Kombes Dwi juga mengungkapkan, ancaman demi ancaman pelaku terhadap korban terus dilakukan.
Korban Ingin Bunuh Diri...
Pelaku mengancam akan menyebarkan foto maupun video korban kepada publik. Bahkan, ada korban yang karena terancam, ingin bunuh diri.
”Sampai dengan tahap terakhir, yaitu kopi darat. Kopi darat ya, disetubuhi,” terang Kombes Dwi.
Kombes Dwi menyatakan, aktivitas predator seksual itu sudah berlangsung selama enam bulan terakhir. Atau sejak September 2024 lalu.
Dari hasil pemeriksaan sementara, Dwi mengungkapkan bahwa pelaku memanfaatkan media sosial untuk berkenalan dengan korban.
Lewat media sosial telegram, pelaku meminta para korban untuk mengirim foto atau video asusila. Konten-konten asusila itu kemudian dia simpan dalam folder per masing-masing korban.
”Sementara ini baru satu media (sosial), itu dia menggunakan Telegram. Tetapi ditindaklanjuti juga dengan adanya WA (WhatsApp) dan yang lain-lainnya,” kata Kombes Dwi.
Saat ini, pihaknya masih mendalami beberapa akun media sosial milik pelaku yang diduga digunakan juga untuk melancarkan aksi bejatnya.
Editor: Supriyadi