Pertandingan sepak bola api digelar di halaman Mts Tashilul Muhtadiin Desa Kawak. Kick off sepak bola api dimulai pukul 21.00 WIB. Para pemain sepak bola api merupakan warga Desa Kawak. Utamanya anggota Karang Taruna Tunas Berlian di Desa Kawak.
Mereka sebelumnya melakukan ritual di punden buyutan, guna keselamatan diri sebelum melakukan pertandingan bola api. Kemudian membawa kelapa utuh dan air suci dari mbelik sucen makam punden buyutan desa menuju tempat pertandingan.
Pertandingan sepak bola api ini diikuti oleh 2 tim. Masing-masing tim berjumlah 5 orang yang dibedakan dengan ikat kepala. Tim abang menggunakan ikat kepala warna merah, sedangkan tim ijo menggunakan ikat kepala berwarna hijau. Para pemain hanya mengenakan celana hitam dan bertelanjang dada.
Sebelum bola api dimainkan, tetua adat desa mengoleskan air suci dari mbelik sucen yang terbuat dari campuran air sucen, minyak kelapa dan sabun kepada setiap pemain yang akan bertanding. Ritual ini diyakini dapat meredam panasnya bola api yang menyala-nyala.
Seribuan masyarakat yang hadir sangat terhibur dengan atraksi para pemain yang dengan santai dan berbagai gaya memainkan bola api. Mereka waspada sepanjang pertandingan agar tak terkena bola api.
Pertandingan sepak bola api ini, digelar dalam 2 babak, dengan setiap babak dilangsungkan selama 15 menit. Untuk laga sepak bola api itu skor berakhir 5- 3 untuk kemenangan tim Abang (merah).
Murianews, Jepara – Para pemuda Desa Kawak, Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah (Jateng) kembali menggelar pertandingan sepak bola api, Selasa (6/5/2025) malam. Gelaran ini menjadi tradisi masyarakat setempat karena sudah berlangsung rutin setiap tahun.
Pertandingan sepak bola api digelar di halaman Mts Tashilul Muhtadiin Desa Kawak. Kick off sepak bola api dimulai pukul 21.00 WIB. Para pemain sepak bola api merupakan warga Desa Kawak. Utamanya anggota Karang Taruna Tunas Berlian di Desa Kawak.
Mereka sebelumnya melakukan ritual di punden buyutan, guna keselamatan diri sebelum melakukan pertandingan bola api. Kemudian membawa kelapa utuh dan air suci dari mbelik sucen makam punden buyutan desa menuju tempat pertandingan.
Pertandingan sepak bola api ini diikuti oleh 2 tim. Masing-masing tim berjumlah 5 orang yang dibedakan dengan ikat kepala. Tim abang menggunakan ikat kepala warna merah, sedangkan tim ijo menggunakan ikat kepala berwarna hijau. Para pemain hanya mengenakan celana hitam dan bertelanjang dada.
Sebelum bola api dimainkan, tetua adat desa mengoleskan air suci dari mbelik sucen yang terbuat dari campuran air sucen, minyak kelapa dan sabun kepada setiap pemain yang akan bertanding. Ritual ini diyakini dapat meredam panasnya bola api yang menyala-nyala.
Seribuan masyarakat yang hadir sangat terhibur dengan atraksi para pemain yang dengan santai dan berbagai gaya memainkan bola api. Mereka waspada sepanjang pertandingan agar tak terkena bola api.
Pertandingan sepak bola api ini, digelar dalam 2 babak, dengan setiap babak dilangsungkan selama 15 menit. Untuk laga sepak bola api itu skor berakhir 5- 3 untuk kemenangan tim Abang (merah).
Acara tradisi...
Salah satu pemain sepak bola api, Candra (17) warga RT 18 RW 03, Desa Kawak mengaku senang mengikuti acara tradisi Sepak Bola Api ini. Ia mengaku senang, karena masih bisa membantu desa dalam melestarikan budaya dan ikut mempromosikan nama Desa kawak.
“Memang sedikit panas, tapi panasnya gak kerasa dikarena sudah diolesi air suci," katanya.
Sementara itu, Petinggi Desa Kawak Eko Heri Purwanto mengatakan, acara ini termasuk rangkaian acara sedekah bumi. Dia mengatakan, pertandingan sepak bola api ini sudah berlangsung rutin beberapa tahun terakhir.
"Permainan sepak bola api ini sebagai simbol memerangi hawa nafsu dan amarah untuk mencapai kesuksesan dan kemakmuran," Kata Eko Heri.
Eko Heri berharap tradisi semacam ini kedepannya tetap diuri-uri dan mendapat suport dari pemerintah daerah, Provinsi maupun pemerintah pusat. Sehingga gelarannya bisa lebih meriah dan menyedot animo masyarakat lebih banyak.
"Kami ingin budaya-budaya lokal seperti ini menjadi warisan anak cucu kita, jangan sampai terabaikan, kita selalu evaluasi dan akan terus berinovasi supaya kebudayaan ini tetap terjaga," ucap Eko Heri.
Editor: Budi Santoso