Menurutnya, hal itu tentu saja akan berakibat semakin sedikitnya produksi dari industri mebel di Tanah Air.
”Di ujungnya, bisa terjadi rasionalisasi. Dalam hal ini mungkin saja terjadi pemutusan hubungan kerja terhadap karyawan pabrik,” ungkap Suhandoyo.
Apakah akan mengambil opsi menggeser ekspor ke negara lain? Suhandoyo menyampaikan bagi produsen yang sudah tinggal mengirimkan produk ke AS, tentu akan memberatkan. Meskipun alternatifnya memang harus memiliki buyer selain AS.
Di sisi lain, Suhandoyo menilai masih memungkinkan untuk bekerja sama dengan AS. Hanya saja memang dibutuhkan kerja sama yang lebih kuat lagi. Salah satu caranya dengan melakukan negosiasi yang lebih mengedepankan win win solution.
Pihaknya kini berharap, agar pemerintah mengambil kebijakan yang mendukung industri ekspor yang berpotensi terdampak. Dalam hal pengambilan kebijakan, dia menyarankan hendaknya mempertimbangkan pengusaha untuk diberi ruang lebih panjang.
”Sehingga (pengusaha) memiliki kesempatan untuk menyasar atau melakukan ekspor ke negara lain,” harap Suhandoyo.
Murianews, Jepara – Para eksportir furniture di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah makin dibikin pusing tujuh keliling. Usai terdampak perang di timur tengah, kini mereha harus menghadapi kebijakan tarif impor Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Diketahui, Trump mengenai tarif impor sebesar 32 persen untuk Indonesia. Kebijakan itu pun secara langsung maupun tak langsung turut menghantam bisnis mereka.
Eksportir furnitur sekaligus Direktur Konsorsium Gerak Jepara, Antonius Suhandoyo telah mencermati informasi kebijakan tarif impor 32 persen yang mulai berlaku 1 Agustus mendatang itu. Dia menyimpulkan, kebijakan itu sangat memberatkan bagi para eksportir.
Hantaman itu dirasakan terutama bagi produsen yang sudah atau sedang mengerjakan order untuk pasar AS. Serta bagi eskportir yang akan mengirim orderan mulai bulan ini. Sebab pengiriman ke AS membutuhkan waktu sekitar 40-45 hari lewat jalur laut.
”Artinya pada saat kedatangan (sampai di AS), sudah langsung kena tarif baru tersebut,” kata Suhandoyo, Kamis (10/7/2025).
Pihaknya menyatakan tarif itu akan berdampak pada daya serap produk ekspor dari Indonesia, salah satunya furnitur dari Jepara ke pasar AS. Itu sebagai akibat dari perubahan harga jual di pasar AS.
Karena ada kemungkinan perubahan itu, maka dimungkinkan pula para importir akan mencari produsen substitusi terhadap produk furnitur yang memiliki kemiripan. Baik dari sisi produksi maupun desain dan kemasan.
Ujungnya...
Menurutnya, hal itu tentu saja akan berakibat semakin sedikitnya produksi dari industri mebel di Tanah Air.
”Di ujungnya, bisa terjadi rasionalisasi. Dalam hal ini mungkin saja terjadi pemutusan hubungan kerja terhadap karyawan pabrik,” ungkap Suhandoyo.
Apakah akan mengambil opsi menggeser ekspor ke negara lain? Suhandoyo menyampaikan bagi produsen yang sudah tinggal mengirimkan produk ke AS, tentu akan memberatkan. Meskipun alternatifnya memang harus memiliki buyer selain AS.
”Atau ya, harus berani negosiasi ulang dengan buyer AS. Dengan pertimbangan hubungan baik dan lain-lain,” kata dia.
Di sisi lain, Suhandoyo menilai masih memungkinkan untuk bekerja sama dengan AS. Hanya saja memang dibutuhkan kerja sama yang lebih kuat lagi. Salah satu caranya dengan melakukan negosiasi yang lebih mengedepankan win win solution.
Pihaknya kini berharap, agar pemerintah mengambil kebijakan yang mendukung industri ekspor yang berpotensi terdampak. Dalam hal pengambilan kebijakan, dia menyarankan hendaknya mempertimbangkan pengusaha untuk diberi ruang lebih panjang.
”Sehingga (pengusaha) memiliki kesempatan untuk menyasar atau melakukan ekspor ke negara lain,” harap Suhandoyo.
Editor: Zulkifli Fahmi