Menurut Marom, serangan tikus ini merupakan fenomena yang terulang setelah sekitar sepuluh tahun lalu terjadi hal serupa, namun kali ini kondisinya lebih parah. Akibatnya, ia memperkirakan panen kali ini akan mengalami kerugian besar.
”Biasanya saya bisa menghasilkan Rp 20 juta, tapi sekarang mungkin hanya Rp 10 juta,” keluhnya.
Ia berharap ada bantuan dari pemerintah untuk membantu para petani dalam mengatasi serangan hama tikus ini. Menurutnya, jika tidak ada tindakan yang lebih serius, para petani berisiko mengalami gagal panen.
”Kalau bisa ada bantuan untuk pengendalian hama tikus lah dari pemerintah. Jika tidak maka bisa gagal panen,” harapnya.
Murianews, Kudus – Petani di Desa Setrokalangan, Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Kudus, menghadapi serangan hama tikus yang merajalela di lahan persawahan mereka.
Untuk mengatasi masalah ini, para petani mengambil tindakan dengan memasang jebakan listrik yang terbukti efektif menangkap ratusan tikus setiap malam.
Marom, salah satu petani setempat mengungkapkan, setiap sore ia menyiapkan jebakan listrik di sawahnya. Jebakan ini dipasang mulai pukul 18.00 WIB dan dioperasikan hingga pukul 22.00 WIB, kemudian dimatikan untuk diperiksa sebelum kembali dinyalakan.
”Setiap malam bisa menangkap 200 hingga 300 ekor tikus. Jika terus dilakukan, jumlah tikus semakin berkurang,” ujar Marom saat diwawancarai oleh Murianews pada Kamis (10/10/2024).
Marom mengaku bahwa jebakan listrik tersebut dibeli dengan biaya pribadi, di mana ia harus mengeluarkan sekitar Rp 3 juta. Ia merinci bahwa genset yang digunakan untuk menghidupkan jebakan dibeli seharga Rp 1,5 hingga Rp 2 juta, sementara alat pelengkap lainnya sekitar Rp 1 juta.
”Sebelum dipasang jebakan ini, tikus sangat merajalela. Tanaman saya sudah setengah habis dimakan tikus. Kalau dibiarkan, semuanya bisa habis,” katanya.
Marom menjelaskan bahwa lahannya seluas satu hektar menjadi sasaran serangan hama tikus, dan situasi ini juga dialami oleh petani lain di sekitar desanya.
”Di Desa Setrokalangan hampir seluruh lahan terserang hama tikus. Bahkan, desa-desa tetangga seperti Banget, Kacu, dan Blimbing Kidul juga mengalami hal serupa,” tambahnya.
Menurut Marom, serangan tikus ini merupakan fenomena yang terulang setelah sekitar sepuluh tahun lalu terjadi hal serupa, namun kali ini kondisinya lebih parah. Akibatnya, ia memperkirakan panen kali ini akan mengalami kerugian besar.
”Biasanya saya bisa menghasilkan Rp 20 juta, tapi sekarang mungkin hanya Rp 10 juta,” keluhnya.
Ia berharap ada bantuan dari pemerintah untuk membantu para petani dalam mengatasi serangan hama tikus ini. Menurutnya, jika tidak ada tindakan yang lebih serius, para petani berisiko mengalami gagal panen.
”Kalau bisa ada bantuan untuk pengendalian hama tikus lah dari pemerintah. Jika tidak maka bisa gagal panen,” harapnya.
Editor: Cholis Anwar