”Itu berarti 80 persen lebih buruh Kudus menggantungkan hidupnya dari industri rokok,” ungkap Andreas, Kamis (1/5/2025).
Salah satu isu utama yang terus dikawal SPSI adalah pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan sistem outsourcing sesuai dengan koordinasi dengan pusat.
”Harapannya pemerintah daerah cukup antisipatif terhadap persoalan yang bisa muncul berkaitan dengan ini,” ujarnya.
Meskipun sistem outsourcing di Kudus minim, Andreas tetap berusaha mengawal agar tidak ada persoalan serius. Sebab dari pengalaman di beberapa daerah, hak-hak buruh, termasuk BPJS Ketenagakerjaan, kerap tidak maksimal.
”Biasanya yang sering terjadi, BPJS kali hanya dibayarkan tidak maksimal oleh pihak outsourcing, ketika kontrak diputus, ada potongan dari kompensasi yang diberikan. Misalnya, perusahaan pemberi kerja memberikan Rp 1 juta, tapi dipotong oleh outsourcing. Ini diluar kendali kita,” jelasnya.
Sistem PKWT di Kudus, lanjutnya, kini banyak pekerja justru memilih tetap berada dalam status tersebut. Padahal biasanya PKWT dimaksudkan sebagai program pelatihan atau magang.
Murianews, Kudus – Memperingati Hari Buruh Internasional, Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Kabupaten Kudus menegaskan komitmennya untuk terus mengawal dan memperjuangkan hak-hak pekerja di Kabupaten Kudus.
Ketua DPC SPSI Kudus Andreas Hua menyebutkan, jumlah buruh di Kabupaten Kudus mencapai lebih dari 96 ribu orang, dan sekitar 77 ribu di antaranya bekerja di sektor rokok.
”Itu berarti 80 persen lebih buruh Kudus menggantungkan hidupnya dari industri rokok,” ungkap Andreas, Kamis (1/5/2025).
Salah satu isu utama yang terus dikawal SPSI adalah pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan sistem outsourcing sesuai dengan koordinasi dengan pusat.
”Harapannya pemerintah daerah cukup antisipatif terhadap persoalan yang bisa muncul berkaitan dengan ini,” ujarnya.
Meskipun sistem outsourcing di Kudus minim, Andreas tetap berusaha mengawal agar tidak ada persoalan serius. Sebab dari pengalaman di beberapa daerah, hak-hak buruh, termasuk BPJS Ketenagakerjaan, kerap tidak maksimal.
”Biasanya yang sering terjadi, BPJS kali hanya dibayarkan tidak maksimal oleh pihak outsourcing, ketika kontrak diputus, ada potongan dari kompensasi yang diberikan. Misalnya, perusahaan pemberi kerja memberikan Rp 1 juta, tapi dipotong oleh outsourcing. Ini diluar kendali kita,” jelasnya.
Sistem PKWT di Kudus, lanjutnya, kini banyak pekerja justru memilih tetap berada dalam status tersebut. Padahal biasanya PKWT dimaksudkan sebagai program pelatihan atau magang.
Jaminan kehilangan pekerja...
”Mereka enggan diangkat menjadi karyawan tetap karena melihat ada kompensasi satu bulan gaji saat kontrak selesai. Ini jadi tantangan tersendiri,” tambahnya.
Sementara itu, Andreas juga mengungkap masih ada sebagian kecil perusahaan yang belum mengikuti program BPJS Ketenagakerjaan, terutama pada skema Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
”Seluruh perusahaan besar sudah ikut, tapi perusahaan kecil masih ada yang belum mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta. Kendala seperti kemampuan finansial dan prosedur yang dianggap rumit,” pungkasnya.
SPSI Kudus berharap momentum Hari Buruh ini dapat menjadi pengingat bagi semua pihak untuk terus memperbaiki kondisi ketenagakerjaan, memperkuat perlindungan sosial, dan menjamin kepastian kerja bagi para buruh.
Editor: Anggara Jiwandhana