Acara ini menghadirkan para pengusaha gula tumbu untuk diberikan pelatihan tentang pencegahan dan langkah awal penanganan jika terjadi kebakaran di tempat produksi.
Kegiatan ini berkolaborasi dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Kudus dan PT Sukun Wartono Indonesia dan diikuti oleh pengusaha gula tumbu dari dua desa di wilayah Kecamatan Gebog.
Kasi Kedaruratan dan Logistik BPBD Kudus Ahmad Munaji menjelaskan, proses pembuatan gula tebu di pedesaan memiliki risiko tinggi terhadap kebakaran karena menggunakan bahan bakar padat seperti kayu, sekam, dan ampas tebu.
Selain itu, lingkungan kerja yang panas dan banyaknya bahan mudah terbakar menjadi faktor yang meningkatkan potensi bahaya.
”Kebanyakan kebakaran terjadi karena kelalaian manusia, seperti meninggalkan tungku menyala tanpa pengawasan atau menumpuk ampas tebu kering di dekat sumber api,” ungkapnya.
Munaji menekankan pentingnya langkah pencegahan dengan mengatur area pembakaran agar terpisah dari tempat penyimpanan bahan baku. Ia menyebutkan, jarak aman minimal sejauh 10 meter.
Ia juga mengimbau agar setiap pengusaha rutin memeriksa kondisi tungku dan saluran asap, serta menyediakan alat pemadam sederhana. Seperti karung basah, ember berisi pasir, atau alat pemadam api ringan (APAR).
Murianews, Kudus – Pemerintah Kecamatan Gebog, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, menggelar kegiatan sosialisasi dan simulasi penanganan kebakaran yang digelar di aula Balai Desa Kedungsari, Selasa (28/10/2025) malam.
Acara ini menghadirkan para pengusaha gula tumbu untuk diberikan pelatihan tentang pencegahan dan langkah awal penanganan jika terjadi kebakaran di tempat produksi.
Kegiatan ini berkolaborasi dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Kudus dan PT Sukun Wartono Indonesia dan diikuti oleh pengusaha gula tumbu dari dua desa di wilayah Kecamatan Gebog.
Kasi Kedaruratan dan Logistik BPBD Kudus Ahmad Munaji menjelaskan, proses pembuatan gula tebu di pedesaan memiliki risiko tinggi terhadap kebakaran karena menggunakan bahan bakar padat seperti kayu, sekam, dan ampas tebu.
Selain itu, lingkungan kerja yang panas dan banyaknya bahan mudah terbakar menjadi faktor yang meningkatkan potensi bahaya.
”Kebanyakan kebakaran terjadi karena kelalaian manusia, seperti meninggalkan tungku menyala tanpa pengawasan atau menumpuk ampas tebu kering di dekat sumber api,” ungkapnya.
Munaji menekankan pentingnya langkah pencegahan dengan mengatur area pembakaran agar terpisah dari tempat penyimpanan bahan baku. Ia menyebutkan, jarak aman minimal sejauh 10 meter.
Ia juga mengimbau agar setiap pengusaha rutin memeriksa kondisi tungku dan saluran asap, serta menyediakan alat pemadam sederhana. Seperti karung basah, ember berisi pasir, atau alat pemadam api ringan (APAR).
Jangan Panik...
”Kalau pun alatnya sederhana, yang penting bisa digunakan cepat saat api masih kecil. Penanganan awal itu sangat menentukan,” ujarnya.
Setelah sesi materi, kegiatan dilanjutkan dengan simulasi pemadaman api menggunakan alat sederhana.
Para peserta diajarkan cara mengidentifikasi jenis api. Mulai dari api bahan padat seperti ampas tebu, api cairan seperti minyak, hingga api akibat korsleting listrik.
Masing-masing jenis api memiliki cara pemadaman berbeda. Api dari bahan padat bisa dipadamkan dengan air atau karung basah, sedangkan api minyak sebaiknya menggunakan pasir atau APAR serbuk kimia.
Munaji juga menegaskan pentingnya kesiapsiagaan masyarakat untuk segera menghubungi layanan darurat di nomor 112 jika kebakaran sulit dikendalikan.
”Jangan panik, tapi segera lakukan tindakan awal dan hubungi petugas. Kalau masyarakat sigap, api bisa dicegah sebelum meluas,” tegasnya.
Kegiatan sosialisasi ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran pengusaha gula tumbu dalam menjaga keselamatan kerja dan meminimalkan risiko kebakaran di kawasan produksi.
Editor: Dani Agus