Dalam penindakan yang dilakukannya, pihaknya kerap menemukan praktik penyewaan kos per tiga jam yang kerap disalahgunakan untuk kegiatan asusila.
Ia juga menyinggung penggunaan media sosial yang rawan disusupi ajakan atau propaganda dari komunitas LGBT.
Sementara itu, narasumber lain dari bidang kesehatan, dr Henky Yoga Prasetya turut menyoroti dimensi kesehatan sekaligus moral dalam fenomena LGBT.
Ia menjelaskan, perilaku tersebut menjadi salah satu faktor risiko tinggi terhadap penularan penyakit menular seksual, termasuk HIV/AIDS.
”Fenomena LGBT bukan semata persoalan biologis atau psikologis. Ini merupakan cerminan krisis moral dan spiritual masyarakat modern yang terpengaruh ideologi sekuler dan liberal,” tuturnya.
Murianews, Kudus – Fenomena maraknya kelompok LGBT di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah menjadi sorotan dalam Halaqoh bertema ”LGBT: Krisis Moral Solusi Islam” di Masjid Agung Kudus, Minggu (2/11/2025).
Dalam agenda itu Majelis Ulama Indonesia atau MUI Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah mendorong agar persoalan itu ditangani bersama.
Ketua MUI Kecamatan Kota Kudus, Ali Muqoddas mengatakan, penanganan LGBT membutuhkan sinergi lintas bidang, mulai dari ulama, tenaga kesehatan, hingga aparat penegak hukum.
Ia menyebutkan, penyimpangan perilaku seksual bukan hanya masalah individu, melainkan ancaman bagi moralitas masyarakat.
”Penyimpangan seks ini tidak hanya berdampak pada kesehatan, tetapi juga memiliki konsekuensi hukum. Karena itu, pondok pesantren harus turut mengambil peran dalam membentengi generasi muda,” ujarnya, Minggu (2/11/2025).
Dari perspektif hukum, Kapolsek Kudus Kota AKP Subkhan yang juga menjadi narasumber acara itu mengatakan, fenomena LGBT di Kudus perlu mendapat perhatian serius.
Berdasarkan data Satgas Penanggulangan HIV/AIDS, terdapat 187 titik hot spot LGBT di wilayah Kudus pada 2023.
”Semester pertama tahun 2025 tercatat 81 kasus baru HIV/AIDS, terdiri dari 61 pria dan 20 wanita,” ungkapnya.
Temukan Kos Asusila...
Dalam penindakan yang dilakukannya, pihaknya kerap menemukan praktik penyewaan kos per tiga jam yang kerap disalahgunakan untuk kegiatan asusila.
Sepanjang 2025, Unit PPA Satreskrim Polres Kudus mencatat 24 kasus asusila, termasuk yang melibatkan anak.
Ia juga menyinggung penggunaan media sosial yang rawan disusupi ajakan atau propaganda dari komunitas LGBT.
”Kami menemukan modus phishing dan framing di dunia maya yang digunakan untuk menjaring anggota baru. Patroli siber terus kami lakukan untuk menjaga ketertiban dan moralitas publik,” tegasnya.
Sementara itu, narasumber lain dari bidang kesehatan, dr Henky Yoga Prasetya turut menyoroti dimensi kesehatan sekaligus moral dalam fenomena LGBT.
Ia menjelaskan, perilaku tersebut menjadi salah satu faktor risiko tinggi terhadap penularan penyakit menular seksual, termasuk HIV/AIDS.
”Fenomena LGBT bukan semata persoalan biologis atau psikologis. Ini merupakan cerminan krisis moral dan spiritual masyarakat modern yang terpengaruh ideologi sekuler dan liberal,” tuturnya.
Pencegahan...
Ia menekankan pentingnya edukasi dan pendekatan moral dalam pencegahan.
”Menjaga kebersihan saja tidak cukup. Yang harus dijaga adalah perilaku. Sosialisasi mengenai dampak kesehatan dan moral perlu dilakukan terus-menerus,” tambahnya.
Halaqoh berlangsung interaktif, diwarnai diskusi antara peserta dan narasumber. Sekitar 25 perwakilan pondok pesantren (ponpes) se-Kabupaten Kudus hadir dalam kegiatan tersebut.
Halaqoh ini diharapkan bisa menjadi ajang saling menguatkan dan bersinergi dalam menjaga moralitas ditengah arus perubahan.
Editor: Zulkifli Fahmi