Rabu, 19 November 2025

Kisah serupa juga terjadi di Gorontalo yang menunjukkan bahwa agroforestri kakao bukan hanya meningkatkan pendapatan, tetapi juga menjaga habitat satwa endemik.

Dengan cara ini, kakao Indonesia perlahan bertransformasi menjadi green cocoa yang diminati dunia.

Merawat satwa dan iklim

Komoditas karet alam sering luput dari sorotan dibanding sawit atau kopi, padahal Indonesia adalah salah satu produsen utama dunia. Di balik ketenangannya, sektor ini telah mengadopsi praktik-praktik lestari yang patut dihargai.

Secara ekologis, pohon karet (Hevea brasiliensis) unggul, dimana usia produktifnya panjang (25–30 tahun), menyerap karbon dioksida dalam jumlah besar, sembari menghasilkan lateks.

Penelitian Balitbang Kehutanan (2010) bahkan mencatat daya serap CO₂ kebun karet sekitar 14,24 ton/ha/tahun, melampaui hutan alam usia muda (~7,34 ton/ha/tahun). Dengan pengelolaan yang tepat, tanpa ekspansi ke hutan bernilai konservasi, perkebunan karet berperan sebagai carbon sink penting dalam mitigasi perubahan iklim.

Menyadari potensi itu, lahir berbagai kemitraan untuk memastikan perluasan karet tanpa deforestasi. Desain lanskapnya mencakup koridor satwa bagi gajah, harimau, dan orangutan. Sebagian areal disisihkan menjadi jalur hijau agar satwa dapat bermigrasi aman.

Di Jambi, koridor gajah menghubungkan patch hutan tersisa sehingga konflik dengan warga menurun, panen karet terlindungi, dan patroli anti-perburuan diperkuat. Lebih luas, pemerintah dan lembaga riset mendorong agroforestri karet sebagai arsitektur lanskap yang tangguh.

Fungsi Ekonomi...

Komentar

Terpopuler