Kamis, 20 November 2025

Regulasi yang dulu berbelit kini kita sederhanakan, dengan harapan pemerintah tidak ingin investor tersandung perizinan ketika negara kita sedang berpacu menuju masa depan energi bersih.

Pemerintah juga telah menyiapkan 62 WKP baru, 12 wilayah penugasan survei pendahuluan, serta 16 izin panas bumi aktif, 14 di antaranya diberikan kepada BUMN.

Tidak cukup dengan regulasi, pemerintah membangun fondasi infrastruktur. Melalui Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034, pemerintah menyiapkan pembangunan 48 ribu kilometer sirkuit transmisi listrik untuk menghubungkan sumber-sumber energi terbarukan dengan jaringan nasional.

Langkah ini menjadi jembatan antara daerah penghasil energi dengan pusat-pusat konsumsi listrik. Infrastruktur ini juga diharapkan membuka akses listrik ke daerah-daerah terpencil, yang selama ini mengandalkan genset berbahan bakar minyak.

Ramah lingkungan

Keunggulan panas bumi tak hanya pada sumber dayanya yang berlimpah, tetapi juga ramah lingkungan.

Menurut Badan Energi Internasional (IEA), emisi karbon dari PLTP hanya 75 gram karbon dioksida (CO2) per kWh, jauh di bawah pembangkit berbahan batu bara sebesar 995 g/kWh atau BBM sebesar 772 g/kWh. Artinya, setiap kilowatt listrik dari perut bumi berarti lebih sedikit gas rumah kaca di udara.

Selain itu, pengembangan PLTP dilakukan dengan memperhatikan konservasi hutan dan kualitas air tanah. Berbeda dengan pembangkit fosil, proyek panas bumi cenderung tidak mengubah bentang alam secara drastis.

Manfaat energi panas bumi tidak berhenti di laporan statistik. Di Solok Selatan, misalnya, pembangunan PLTP Muaralaboh Unit 2 diperkirakan akan menyerap hingga 1.500 tenaga kerja dan membuka jalan bagi para pengusaha lokal untuk terlibat. Dan diproyeksikan mampu menerangi sekitar 435.000 rumah tangga.

Komentar

Terpopuler