Murianews, Grobogan – Sebanyak 12 orang meninggal akibat demam berdarah dengue (DBD) sepanjang 2023 lalu. Angka itu mengalami kenaikan dibanding 2022 lalu dengan 10 kematian.
Meski demikian, sebenarnya secara kasus mengalami penurunan. Pada 2023 lalu, total terdapat 332 kasus, sementara pada 2022 lalu terdapat 475 kasus.
Kabid Pencegahan, dan Pengendalian Penyakit (P2P) pada Dinas Kesehatan Grobogan Djatmiko mengatakan, kematian dalam kasus DBD tersebut sering disebabkan karena keterlambatan dalam penanganan.
”Jadi, DBD itu kan waktu kritisnya hari kelima sampai ketujuh. Kalau di hari kelima sampai ketujuh tidak mendapatkan pertolongan, penderita akan mengalami dehidrasi cairan. Biasanya recovery-nya akan susah,” ungkapnya, Jumat (18/1/2024).
Dia menjelaskan, salah satu penyebab turunnya kasus DBD pada 2023 yakni penggunaan sistem baru, yakni Sistem Informasi Arbovirosis (Siarvi). Siarvi sendiri merupakan sistem informasi untuk pencatatan serta pelaporan data penyakit arbovirus, yakni penyakit karena virus dari nyamuk.
”Pada 2022 tanpa Siarvi, sehingga diagnosa banyak terjadi over diagnosis. Setelah menggunakan Siarvi, terbukti dapat menekankan angka kasus,” imbuhnya.
Sebagai contoh, semisal pada tahun sebelumnya terdapat 500 kasus, setelah penggunaan sistem Siarvi, jumlah penderita bisa ditekan hingga menjadi 300. Namun, memang angka kematiannya akan bertambah.
”Otomatis porsentase kematia DBD menjadi bertambah, karena diagnosanya lebih rigid dan screening-nya lebih kuat,” paparnya.
Editor: Supriyadi



