Ini Angka Kemiskinan di Grobogan dari Tahun ke Tahun
Saiful Anwar
Jumat, 19 April 2024 19:30:00
Murianews, Grobogan – Kemiskinan di Grobogan, Jawa Tengah dari tahun ke tahun mengalami fluktuasi. Berdasarkan data BPS Grobogan (Badan Pusat Statitstik Kabupaten Grobogan), kemiskinan di Grobogan Tahun 2023 sempat naik.
Kenaikan itu disebutkan karena pandemi Covid-19, namun kini angkanya kembali menurun. Menurut laporan BPS itu, batas pengelompokan penduduk miskin dan tidak miskin disebut garis kemiskinan.
Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per bulan di bawah garis kemiskinan. Garis kemiskinan di Grobogan sendiri dari tahun ke tahun meningkat. Hal itu turut dipengaruhi oleh meningkatnya gaya hidup penduduk dan kebutuhan pokok.
Pada tahun 2017, kemiskinan di Grobogan berada di angka 13,27 persen . Indiktor garis kemiskinan di Grobogan dibatasi pada jumlah pengeluaran sebesar Rp 345.374.
Pada 2018, kemiskinan di Grobogan tercatat turun menjadi 12,31 persen. Garis kemiskinan Grobogan dibatasi pada jumlah pengeluaran sebesar Rp 366.192.
Kemudian pada 2019, angka kemiskinan kembali turun menjadi 11,77 persen. Pada tahun itu, batas garis kemiskinan naik lagi dengan jumlah pengeluaran sebesar Rp 375.521.
Berikutnya pada 2020, kemiskinan di Grobogan naik sebesar 12,46 persen imbas pandemi Covid-19. Saat itu, garis kemiskinan dibatasi dengan jumlah pengeluaran sebesar Rp 395.001.
Pada 2021, garis kemiskinan di Kota Sweke ini masih naik lagi menjadi 12,74 persen. Dengan batas garis kemiskinan menggunakan idikator jumlah pengeluaran sebesar Rp 404.456.
Setahun kemudian, atau pada 2022 angkanya turun drastis menjadi 11,8 persen. Namun, indikator garis kemiskinan naik menjadi Rp 428.597.
Terakhir, pada 2023 kemiskinan di Grobogan sebesar 11,72 persen dengan indikator garis kemiskinan ada pada angka Rp 464.614.
Dari data-data tersebut, pada 2017, angka garis kemiskinan Grobogan masih di atas Jawa Tengah. Namun pada 2023 ini, angkanya berada di bawah yang digunakan Jawa Tengah.
Menurut laporan BPS itu, idikator garis kemiskinan di Grobongan angkanya adalah Rp 464.614, sedangkan untuk Jawa Tengah Rp 477.580 per orang per bulan. Sehingga warga Grobogan yang memiliki pendapatan sebesar Rp500 ribu per bulan tidak dianggap miskin, namun disebut ”Mendekati miskin”.
Itu terjadi karena standar kemiskinan menurut BPS, hanya berlaku untuk warga yang apabila memiliki pendapatan di bawah Rp 464.614 perkapita atau per kepala per bulannya. Sehingga dengan penghasilan Rp 500 ribu tidak masuk klasifikasi miskin.
"Bila pendapatan di bawah Rp464.614 per kapita per bulannya dianggap miskin. Bila di atasnya sudah tidak miskin," ucap Kepala BPS Grobogan Anang Sarwoto, Kamis (18/4/2024).
Angka kemiskinan di Grobogan hingga akhir tahun lalu sekitar 11,72 persen. Angka itu lebih tinggi dibanding Jawa Tengah yang sebesar 10,77 persen. Secara total, ada 162.520 warga miskin di Grobogan sesuai hasil survei BPS tahun 2023 lalu.
Adapun selama 2022 hingga 2023, penurunan kemiskinan di Grobogan hanya di angka 0,08 persen, atau sekitar 600 orang dari total warga Grobogan.
Editor: Budi Santoso
Murianews, Grobogan – Kemiskinan di Grobogan, Jawa Tengah dari tahun ke tahun mengalami fluktuasi. Berdasarkan data BPS Grobogan (Badan Pusat Statitstik Kabupaten Grobogan), kemiskinan di Grobogan Tahun 2023 sempat naik.
Kenaikan itu disebutkan karena pandemi Covid-19, namun kini angkanya kembali menurun. Menurut laporan BPS itu, batas pengelompokan penduduk miskin dan tidak miskin disebut garis kemiskinan.
Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per bulan di bawah garis kemiskinan. Garis kemiskinan di Grobogan sendiri dari tahun ke tahun meningkat. Hal itu turut dipengaruhi oleh meningkatnya gaya hidup penduduk dan kebutuhan pokok.
Pada tahun 2017, kemiskinan di Grobogan berada di angka 13,27 persen . Indiktor garis kemiskinan di Grobogan dibatasi pada jumlah pengeluaran sebesar Rp 345.374.
Pada 2018, kemiskinan di Grobogan tercatat turun menjadi 12,31 persen. Garis kemiskinan Grobogan dibatasi pada jumlah pengeluaran sebesar Rp 366.192.
Kemudian pada 2019, angka kemiskinan kembali turun menjadi 11,77 persen. Pada tahun itu, batas garis kemiskinan naik lagi dengan jumlah pengeluaran sebesar Rp 375.521.
Berikutnya pada 2020, kemiskinan di Grobogan naik sebesar 12,46 persen imbas pandemi Covid-19. Saat itu, garis kemiskinan dibatasi dengan jumlah pengeluaran sebesar Rp 395.001.
Pada 2021, garis kemiskinan di Kota Sweke ini masih naik lagi menjadi 12,74 persen. Dengan batas garis kemiskinan menggunakan idikator jumlah pengeluaran sebesar Rp 404.456.
Setahun kemudian, atau pada 2022 angkanya turun drastis menjadi 11,8 persen. Namun, indikator garis kemiskinan naik menjadi Rp 428.597.
Terakhir, pada 2023 kemiskinan di Grobogan sebesar 11,72 persen dengan indikator garis kemiskinan ada pada angka Rp 464.614.
Dari data-data tersebut, pada 2017, angka garis kemiskinan Grobogan masih di atas Jawa Tengah. Namun pada 2023 ini, angkanya berada di bawah yang digunakan Jawa Tengah.
Menurut laporan BPS itu, idikator garis kemiskinan di Grobongan angkanya adalah Rp 464.614, sedangkan untuk Jawa Tengah Rp 477.580 per orang per bulan. Sehingga warga Grobogan yang memiliki pendapatan sebesar Rp500 ribu per bulan tidak dianggap miskin, namun disebut ”Mendekati miskin”.
Itu terjadi karena standar kemiskinan menurut BPS, hanya berlaku untuk warga yang apabila memiliki pendapatan di bawah Rp 464.614 perkapita atau per kepala per bulannya. Sehingga dengan penghasilan Rp 500 ribu tidak masuk klasifikasi miskin.
"Bila pendapatan di bawah Rp464.614 per kapita per bulannya dianggap miskin. Bila di atasnya sudah tidak miskin," ucap Kepala BPS Grobogan Anang Sarwoto, Kamis (18/4/2024).
Angka kemiskinan di Grobogan hingga akhir tahun lalu sekitar 11,72 persen. Angka itu lebih tinggi dibanding Jawa Tengah yang sebesar 10,77 persen. Secara total, ada 162.520 warga miskin di Grobogan sesuai hasil survei BPS tahun 2023 lalu.
Adapun selama 2022 hingga 2023, penurunan kemiskinan di Grobogan hanya di angka 0,08 persen, atau sekitar 600 orang dari total warga Grobogan.
Editor: Budi Santoso