Jumat, 20 Juni 2025

Murianews, Grobogan – Air bersih menjadi kebutuhan paling sulit didapatkan bagi warga Grobogan yang tinggal di tengah hutan Kramat antara Kecamatan Tanggungharjo dan Kedungjati. Terlebih, saat musim kemarau datang.

Di sana memang ada sumur yang dibuat oleh warga. Namun, tersebut akan mengering saat musim kemarau tiba.

Darti, salah satu warga yang tinggal di tengah hutan itu mengatakan, ia bersama warga lainnya harus menempuh perjalanan sekitar 1 km untuk mendapatkan air bersih dan dibawa ke tempat tinggalnya.

Kemarau tahun kemarin (2023) itu panjang. Sumur di sini kering, jadi ya cari air di sumur yang jaraknya lumayan jauh dari sini, sekitar 1 kilometer,” katanya kepada Murianews.com, belum lama ini.

Meski menghadapi berbagai kesulitan, namun mereka tetap betah tinggal di tengah hutan. Darti bahkan hingga kini belum ada pikiran untuk pindah.

Dia mengaku memang memiliki tanah warisan orang tuanya di pemukiman yang ramai. Namun, tentu saja untuk membangun rumah butuh biaya yang banyak.

Sedangkan, dirinya dan sang suami yang lahir di pemukiman terpencil itu sehari-hari hanya mendapat penghasilan dari menanam jagung di lahan milik Perhutani. Di samping rumahnya memang ada sapi, tetapi sapi itu ternyata bukan miliknya.

”Itu punyanya saudara, kami yang pelihara. Nanti bagi hasil begitu kalau dijual,” terangnya.

Ada pun untuk penerangan, mereka mengandalkan panel surya atau listrik tenaga surya. Panel surya itu mereka gunakan sekitar 10 tahun lalu. Mereka membeli seperangkat alat itu seharga Rp 2,6 juta.

”Dulu belinya Rp 2,6 juta. Sebelum pakai tenaga surya ya pakai lampu senthir,” ujarnya.

Sebagaimana diberitakan, puluhan warga Grobogan nekat tinggal di tengah hutan kramat Grobogan selama puluhan tahun. Sebagian mereka merupakan warga Desa Sugihmanik, Kecamatan Tanggungharjo, dan sebagian lagi warga Desa Kedungjati, Kecamatan Kedungjati.

Mereka hidup dari menggarap lahan jagung milik Perhutani dan luas lahan bervariasi. Namun, umumnya lahan yang digarap cukup luas hingga lebih dari satu hektar, bahkan hingga dua hektar.

Editor: Zulkifli Fahmi

Komentar

Terpopuler