Dia mengaku khawatir, tanpa normalisasi, maka tanggul akan kembali jebol. Ketiga, adalah melakukan modifikasi cuaca agar saat masa perbaikan tanggul maka curah hujan berkurang. Modifikasi cuaca dilakukan setelah koordinasi dengan BMKG.
”Setelah jebolnya ditutup, maka dilakukan normalisasi. Alokasi anggaran dari pusat. Kemudian modifikasi cuaca,” jelas dia.
Dijelaskannya, penyebab utama jebolnya tanggul tersebut yakni karena intensitas curah hujan ekstrem di wilayah hulu Rawapening. Intensitas mencapai 160,5 mm atau lebih dari 150mm sebagai batas status ekstrem.
Murianews, Grobogan – Gubernur Jateng Ahmad Luthfi menginstruksikan penambalan tanggul jebol Sungai Tuntang di Desa Baturagung, Kecamatan Gubug, Kabupaten Grobogan maksimal harus selesai dalam 2 hari.
Hal itu diungkapkannya saat mengecek tanggul jebol di desa setempat, Selasa (11/3/2025).
”Prinsip saya, tidak mau tahu, besok sing penting buntu (tertutup tanggul yang jebol). Kalau ndak tertutup, kasihan, karena aliran air terus menggenangi rumah warga,” kata dia.
Ahmad Luthfi mengatakan, ada tiga titik tanggul yang jebol di Grobogan dengan ukuran berbeda-beda. Ketiganya berada di Desa Baturagung, kedua di Desa Papanrejo yang juga masih Kecamatan Gubug, dan satu titik lainnya berada di Desa Sukorejo, Kecamatan Tegowanu.
Namun demikian, yang terparah berada di Desa Baturagung. Apalagi, dampaknya juga dirasakan warga desa sebelah seperti Desa Ringinkidul hingga Desa Pepe yang masuk Kecamatan Tegowanu.
Adapun tenggat waktu dua hari itu didasarkan pada progres serta penjelasan dari BBWS Pemali Juana selaku pihak yang bertanggungjawab terkait Sungai Tuntang. Penutupan aliran air itu adalah langkah pertama yang harus dilakukan.
Langkah berikutnya, lanjutnya, yakni membenahi tanggul sebagaimana sediakala dan didorong dilakukan normalisasi. Harapannya, tak akan terjadi lagi jebol terlebih lagi di momen-momen penting seperti Idulfitri beberapa pekan lagi.
Butuh normalisasi...
Dia menekankan, jika BBWS butuh alat, Pemprov Jateng bakal mengupayakannya. Pihaknya juga bakal berkoordinasi dengan Kementerian PUPR untuk normalisasi tanggul.
Dia mengaku khawatir, tanpa normalisasi, maka tanggul akan kembali jebol. Ketiga, adalah melakukan modifikasi cuaca agar saat masa perbaikan tanggul maka curah hujan berkurang. Modifikasi cuaca dilakukan setelah koordinasi dengan BMKG.
”Setelah jebolnya ditutup, maka dilakukan normalisasi. Alokasi anggaran dari pusat. Kemudian modifikasi cuaca,” jelas dia.
Dijelaskannya, penyebab utama jebolnya tanggul tersebut yakni karena intensitas curah hujan ekstrem di wilayah hulu Rawapening. Intensitas mencapai 160,5 mm atau lebih dari 150mm sebagai batas status ekstrem.
Editor: Anggara Jiwandhana