Kendati begitu, pihaknya tetap melanjutkan pemantauan dan pengambilan sampel dari berbagai merek lainnya. Hal itu untuk memastikan tidak ada praktik pencampuran antara beras medium dan premium atau manipulasi mutu yang merugikan konsumen.
Lebih lanjut dikatakan, standar kualitas untuk beras premium memang cukup ketat. Selain kadar butir patah, campuran varietas dan kesesuaian timbangan juga menjadi pengawasan.
”Semua diawasi, tujuannya agar kami bisa memberikan jaminan bahwa beras yang dibeli masyarakat benar-benar sesuai kualitasnya,” ujar dia.
Murianews, Grobogan – Isu beras oplosan yang ditemukan di sejumlah daerah dalam beberapa waktu terakhir mencuat.
Menanggapi isu tersebut, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Grobogan segera melakukan pemantauan di pasar modern dan pasar tradisional, salah satunya Pasar Induk Purwodadi.
Dari situ diketahui, sejumlah merek beras premium telah ditarik dari rak penjualan. Diduga merek-merek tersebut memiliki kualitas beras yang tak sesuai ketentuan.
Kepala Disperindag Grobogan Pradana Setyawan menyatakan, beras oplosan merugikan konsumen. Pihaknya pun memberikan atensi serius pada isu tersebut.
Kemudian, untuk tindak lanjut lebih jauh dalam pemantauan Disperindag Grobogan itu, tim pengawasan mengambil dua sampel merek beras premium, yakni Sania dan Setra Pulen (Alfamidi).
Hal itu untuk dilakukan pengecekan kadar butir patah di laboratorium Perum Bulog di Kecamatan Toroh.
”Berdasarkan hasil pengecekan, kadar butir patah pada beras merek Sania sebesar 8,4 persen, dan pada merek Setra Pulen sebesar 10,2 persen. Dari pengecekan dan analisa, kadar butir patah masih dalam batas aman atau diperbolehkan,” jelasnya, Jumat (18/7/2025).
Dijelaskannya, batas maksimal kadar butir patah untuk kategori beras premium adalah 15 persen. Hal itu sebagaimana diatur dalam Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 2 Tahun 2023.
”Artinya, dua sampel tersebut masih memenuhi standar dan layak edar,” imbuhnya.
Ambil Sampel Berbagai Merek...
Kendati begitu, pihaknya tetap melanjutkan pemantauan dan pengambilan sampel dari berbagai merek lainnya. Hal itu untuk memastikan tidak ada praktik pencampuran antara beras medium dan premium atau manipulasi mutu yang merugikan konsumen.
Lebih lanjut dikatakan, standar kualitas untuk beras premium memang cukup ketat. Selain kadar butir patah, campuran varietas dan kesesuaian timbangan juga menjadi pengawasan.
”Semua diawasi, tujuannya agar kami bisa memberikan jaminan bahwa beras yang dibeli masyarakat benar-benar sesuai kualitasnya,” ujar dia.
Editor: Dani Agus