Kini, meskipun diproduksi berdasarkan pesanan, pihak sekolah tetap menyiapkan stok agar permintaan bisa segera dilayani.
”Kami sengaja membiasakan anak-anak untuk tidak sekadar belajar teori. Mereka harus terbiasa menghasilkan karya nyata. Dari sini mereka bisa belajar menghitung modal, menentukan harga jual, melayani permintaan, dan juga menjaga kualitas produk,” jelas Rima.
Hanya saja, produk tersebut belum melalui uji Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Sehingga, belum bisa diedarkan secara luas.
”PR-nya untuk bisa penetrasi ke pasar yang lebih luas memang butuh BPOM,” tandasnya.
Murianews, Purwodadi – Siswa SMK Pembnas Purwodadi, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah sukses memproduksi pembersih kerak lantai selama bertahun-tahun. Produk yang diluncurkan sejak masa pandemi Covid-19 sekitar 2021 itu laris dipesan dan masih diproduksi hingga kini.
Guru pemandu pembuatan produk tersebut, Rima Andriastuti mengatakan, ide itu berawal ketika pandemi yang memaksa pembelajaran berlangsung daring. Dari teori kewirausahaan yang disampaikannya, Rima mendorong siswa untuk membuat produk nyata yang bisa dipasarkan.
”Dari situlah lahir gagasan memproduksi pembersih kerak lantai,” ujar guru mata pelajaran Produk Kreatif dan Kewirausahaan (PKK) itu.
Rima yang kini juga Humas SMK Pembnas itu menjelaskan, produk yang dinamai Beeclean itu diracik dari campuran HCL, anti jamur, pewarna, dan air. Proses pencampuran dilakukan dengan komposisi 1:1.
”Begitu selesai diracik, siswa tidak hanya belajar membuat, tetapi juga langsung mempraktikkan hasilnya dengan membersihkan kerak pada lantai maupun kamar mandi. Jadi kualitas produk bisa teruji di lapangan,” ujar Rima, Jumat (3/10/2025).
Ia menjelaskan, produk itu dikemas dalam botol 600 mililiter. Ia menjualnya sebesar Rp 10 ribu per botol.
Meski pada awalnya hanya bersifat latihan, produk ini mendapat respons positif. Beberapa rekan guru dan masyarakat sekitar sekolah mulai memesan karena terbukti ampuh membersihkan kerak.
Berdasarkan pesanan...
Kini, meskipun diproduksi berdasarkan pesanan, pihak sekolah tetap menyiapkan stok agar permintaan bisa segera dilayani.
”Kami sengaja membiasakan anak-anak untuk tidak sekadar belajar teori. Mereka harus terbiasa menghasilkan karya nyata. Dari sini mereka bisa belajar menghitung modal, menentukan harga jual, melayani permintaan, dan juga menjaga kualitas produk,” jelas Rima.
Hanya saja, produk tersebut belum melalui uji Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Sehingga, belum bisa diedarkan secara luas.
”PR-nya untuk bisa penetrasi ke pasar yang lebih luas memang butuh BPOM,” tandasnya.
Editor: Anggara Jiwandhana