Rabu, 19 November 2025

Murianews, Pati – Dana Desa Langse, Kecamatan Margorejo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah diduga dikorupsi oleh perangkatnya sendiri. Ini membuat sang Kepala Desa, Amrudin terpaksa tombok lebih dari Rp150 juta.

Dana itu diperlukan untuk menutupi DD yang masih dibawa oleh perangkat desa yang berinisial H. Lantaran pihak Pemerintah Desa (Pemdes) diwajibkan melakukan pembangunan usai DD cair, Amrudin pun mengaku terpaksa menggunakan uang pribadi agar pembangunan berjalan dengan baik.

Bahkan ia mengaku rela menjual kayu jati miliknya dan hutang ke bank untuk menutupi kekurangan anggaran pembangunan akibat anggaran DD yang tak kunjung dikembalikan bawahannya. Tak sampai di sana, ia juga terpaksa menggunakan tabungan istrinya.

”Untuk pelaksanaan DD 1 dan 2 kami nombok. Celengannya istri (saya gunakan), saya hutang bank Rp75 juta dan kayu-kayu jati saya jual. Karena ini jabatan terakhir dan demi desa, agar ndak kena saksi, saya harus menyelamatkan desa. Total yang saya tombok lebih dari Rp150 juta,” klaim Amrudin.

Ia mengungkapkan dana yang diduga dikorupsi perangkatnya itu berjumlah total Rp355 juta. Selain dana desa, uang itu dari hibah untuk Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) senilai Rp142 juta, alokasi dana desa (ADD), infak donatur untuk TPQ desa setempat dan biaya oprasional desa.

Amirudin mengungkapkan, pihaknya mencium dugaan kasus ini pada tahun lalu. Waktu itu, Pemerintah Desa (Pemdes) hendak melakukan pembangunan dari dana desa.

Namun terduga pelaku H yang saat itu mejabat bendahara desa tak kunjung menyerahkan dana pembangunan. Pihaknya pun menaruh kecurigaan.

”Bendahara kami awalnya memang kami perintahkan untuk segera menindaklanjuti dana yang sudah dicairkan. Rupa-rupanya tertunda-tunda. Sehingga kami menduga-duga. Maka kami print-out, dari situ dananya ternyata sudah diambil,” ungkap Amrudin.

Setelah mengetahui hal tersebut, ia pun memutar otak agar pembangunan desanya bisa tetap berjalan lancar. Akhirnya, ia rela berhutang ke bank dan menggunakan uang pribadinya untuk menutupi kekurangan anggaran. Pihaknya juga memberhentikan terduga pelaku sebagai bendahara.

”Kami lalu rapat dengan BPD. Hasilnya, menghentikan saudara yang bersangkutan dari Kaur Keuangan atau bendahara,” kata dia.

Setelah melakukan berbagai mediasi, kasus ini tak kunjung menemukan titik temu. Hal ini membuat Badan Permusyawaratan Desa (BPD) berinisiatif untuk melaporkan ke pihak penegak hukum.

”Yang bisa diproses mungkin Rp142 juta (hibah Bumdes). Kalau ditangani mungkin dana saya sendiri ndak kembali,” keluhnya.

Editor: Budi Santoso

Komentar

Berita Terkini

Terpopuler