Arif Sutoyo, atau yang akrab disapa Arif Khilwa menjelaskan, kumpulan cerpen yang ia tulis lahir dari realitas sosial yang ada di tengah masyarakat.
”Ide cerita berasal peristiwa-peristiwa yang dekat dengan kehidupan sehari-hari. Cerpen dengan judul Jabrik dan Tuyul Pilkades mengangkat tema politik dengan berbagai persoalannya,” kata dia.
Ia menyebut, kedua cerpen itu sama-sama mengangkat masalah politik yang menyuguhkan hukum sebab akibat dalam prakteknya.
Sosok Arif Khilwa sendiri cukup dikenal sebagai sastrawan khususnya di Kabupaten Pati.
Dia juga aktif melakukan pendampingan lahirnya buku kumpulan karya pelajar seperti “Santri Kajen Tolak Korupsi”, buku kumpulan esai “Dari Mata Perempuan”, serta buku kumpulan kritik novel “Sastra Dalam Lipatan Sarung”.
Bersama dengan komunitas Gandrung Sastra, dia mengajak generasi muda dan masyarakat di Kabupaten Pati untuk mencintai sastra dengan melakukan pelatihan kepenulisan, pembuatan buletin dan buku kumpulan karya serta pementasan.
Pria kelahiran Desa Tunjungrejo, Kecamatan Margoyoso, ini merupakan seorang guru di MA Salafiyah Kajen, Pati.
Dirinya menggalakkan gerakan merawat Sastra Muria dengan berkeliling dari sekolah, perguruan tinggi, dan pondok pesantren di wilayah Pati, Kudus, dan Jepara, serta membuat buku kumpulan puisi sajak Lereng Muria.
Murianews, Pati – Tahun politik membuat seorang sastrawan asal Kabupaten Pati, Arif Sutoyo melahirkan sejumlah karya cerita pendek (cerpen). Ia pun mengumpulkan karya sastranya kedalam sebuah buku antologi berjudul Jabrik.
Arif Sutoyo menceritakan buku ini tercipta setelah dirinya terinspirasi dari momen Pemilihan Umum (Pemilu). Ia pun menampilkan tokoh Jabrik dalam cerpennya sebagai kritik sosial.
Jabrik yang mempunyai sudut pandang sederhana tetapi membawa pesan mendalam. Dengan kecerdikannya, Jabrik bisa menaikkan strata sosialnya.
Dengan begitu mudahnya, Jabrik meminta dana anggaran kampanye cukup besar dari Pak Bambang yang punya ambisi besar untuk melenggang ke Senayan. Namun rupanya, dana yang diminta itu digunakan untuk kepentingan pribadinya.
Malangnya, keserakahan para tokoh menjadi bencana. Pak Bambang dicoret dari daftar pilihan bahkan terancam jeratan hukum.
Jabrik pun bersiasat membujuk Pak Bambang untuk berpura-pura tak waras agar selamat dari jeratan hukum dan sanksi sosial. Begitu pula agar dirinya tak menanggung masalah, ia mulai bersandiwara menjadi gila.
Selain Jabrik, ada pula cerita pendek berjudul “Tuyul” yang juga mengangkat tema politik dengan berbagai persoalannya. Kisahnya mengangkat mitos tuyul dan dikaitkan dengan uang hasil politik salah satu tim sukses kampanye.
Arif Sutoyo, atau yang akrab disapa Arif Khilwa menjelaskan, kumpulan cerpen yang ia tulis lahir dari realitas sosial yang ada di tengah masyarakat.
”Ide cerita berasal peristiwa-peristiwa yang dekat dengan kehidupan sehari-hari. Cerpen dengan judul Jabrik dan Tuyul Pilkades mengangkat tema politik dengan berbagai persoalannya,” kata dia.
Ia menyebut, kedua cerpen itu sama-sama mengangkat masalah politik yang menyuguhkan hukum sebab akibat dalam prakteknya.
Cerpen-cerpen itu memuat kritik terhadap kegiatan politik di daerah yang bersinggungan dengan kebiasaan masyarakat.
Sosok Arif Khilwa sendiri cukup dikenal sebagai sastrawan khususnya di Kabupaten Pati.
Dia juga aktif melakukan pendampingan lahirnya buku kumpulan karya pelajar seperti “Santri Kajen Tolak Korupsi”, buku kumpulan esai “Dari Mata Perempuan”, serta buku kumpulan kritik novel “Sastra Dalam Lipatan Sarung”.
Bersama dengan komunitas Gandrung Sastra, dia mengajak generasi muda dan masyarakat di Kabupaten Pati untuk mencintai sastra dengan melakukan pelatihan kepenulisan, pembuatan buletin dan buku kumpulan karya serta pementasan.
Pria kelahiran Desa Tunjungrejo, Kecamatan Margoyoso, ini merupakan seorang guru di MA Salafiyah Kajen, Pati.
Dirinya menggalakkan gerakan merawat Sastra Muria dengan berkeliling dari sekolah, perguruan tinggi, dan pondok pesantren di wilayah Pati, Kudus, dan Jepara, serta membuat buku kumpulan puisi sajak Lereng Muria.
Editor: Supriyadi