Pada tahun 1950, petani di Desa Pundenrejo akhirnya kembali menguasai lahan pertanian tersebut dan menggarap dengan menanam tanaman palawija. Namun sayangnya, lahan tersebut kembali konflik usai peristiwa G 30 S.
”Ada ketimpangan. Dulu tanah peninggalan nenek moyang yang dirampas Belanda, tahun 1950 sudu digarap petani. Tahun 1965 dirampas oleh perintis. Bila tidak keluar dari lahan itu dianggap PKI,” ungkap dia.
Tiba-tiba, jelas dia, ada surat perizinan HGB bagi Badan Pimpinan Rumpun Diponegoro (Bapipundip) dari tahun 1973 sampai 1994.
Perizinan itu kemudian terus diperpanjang hingga lembaga tersebut bangkrut pada awal Reformasi. Tutupnya lembaga ini membuat petani kembali berani menguasai lahan tersebut.
”Kemudian Bapipundip yang mengelola pabrik gula pakis tutup tahun 1999. Kemudian, petani menggarap lahan pada tahun 2000. Menanami polowijo, jagung, padi, ketela singkong,” tutur dia.
Tetapi, ternyata PT LPI sudah mengantongi HGB dan berakhir pada tahun 2024. Hal ini membuat, petani tak leluasa menanam di lahan pertaniannya. Mereka mengaku sering mendapatkan intimidasi.
”Perizinan baru lagi untuk LPI. tahun 2020, lahan kami dirampas LPI dan tanaman kami dirusak. HGB itu sebenarnya sertifikatnya bangunan. Tapi tidak ada bangunan di sana. mereka menanami tebu sekarang. Saat ini juga masih menanam tebu,” tandas dia.
Murianews, Pati – Demo petani Desa Pundenrejo, Kecamatan Tayu, Kabupaten Pati, Jawa Tengah berlanjut, Senin (10/2/2025). Setelah berdemo di depan Kantor Bupati Pati, massa beralih mendirikan tenda di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Pati.
Puluhan petani yang mengaku tergabung dalam Gerakan Masyarakat Petani Pundenrejo (Germapun) ini berbondong-bondong ke Kantor BPN Pati. Mereka kemudian mendirikan tenda dari terpal berwarna biru dan bambu seadanya.
Sejumlah petani yang kebanyakan wanita itu, kemudian duduk di dalam tenda sembari menunggu keputusan BPN Pati. Mereka menuntut agar proses perizinan Hak Guna Bangunan (HGB) PT Laju Perdana Indah (LPI) tak diperpanjang.
”Mendirikan tenda sampai ada keputusan BPN bahwa permohonan HGB LPI ditolak dan diberikan ke yang lebih berhak yakni petani,” ujar koordinator aksi, Sarmin.
Salah satu petani Desa Pundenrejo ini mengaku konflik agraria ini sudah berlangsung lama. Ia mengaku lahan seluas 7,3 hektare tersebut awalnya merupakan milik nenek moyang petani Pundenrejo.
”Perjuangan ini sudah lama sekali. Konflik sudah puluhan tahun. Rakyat sudah menggarap puluhan tahun. Maka kami meminta Pemkab Pati dan DPRD Kabupaten Pati supaya bisa menyelesaikan masalah ini,” kata dia.
Ia mengungkapkan tanah tersebut dirampas oleh Belanda sebelum kemerdekaan.
Konflik agraria...
Pada tahun 1950, petani di Desa Pundenrejo akhirnya kembali menguasai lahan pertanian tersebut dan menggarap dengan menanam tanaman palawija. Namun sayangnya, lahan tersebut kembali konflik usai peristiwa G 30 S.
”Ada ketimpangan. Dulu tanah peninggalan nenek moyang yang dirampas Belanda, tahun 1950 sudu digarap petani. Tahun 1965 dirampas oleh perintis. Bila tidak keluar dari lahan itu dianggap PKI,” ungkap dia.
Tiba-tiba, jelas dia, ada surat perizinan HGB bagi Badan Pimpinan Rumpun Diponegoro (Bapipundip) dari tahun 1973 sampai 1994.
Perizinan itu kemudian terus diperpanjang hingga lembaga tersebut bangkrut pada awal Reformasi. Tutupnya lembaga ini membuat petani kembali berani menguasai lahan tersebut.
”Kemudian Bapipundip yang mengelola pabrik gula pakis tutup tahun 1999. Kemudian, petani menggarap lahan pada tahun 2000. Menanami polowijo, jagung, padi, ketela singkong,” tutur dia.
Tetapi, ternyata PT LPI sudah mengantongi HGB dan berakhir pada tahun 2024. Hal ini membuat, petani tak leluasa menanam di lahan pertaniannya. Mereka mengaku sering mendapatkan intimidasi.
”Perizinan baru lagi untuk LPI. tahun 2020, lahan kami dirampas LPI dan tanaman kami dirusak. HGB itu sebenarnya sertifikatnya bangunan. Tapi tidak ada bangunan di sana. mereka menanami tebu sekarang. Saat ini juga masih menanam tebu,” tandas dia.
Aksi protes...
Ia pun dan sekitarnya 50 petani lainnya berencana tetap berada di BPN Pati dan berada di dalam tenda hingga kasus ini diselesaikan serta lahan pertanian kembali ke petani Pundenrejo.
Murianews.com mencoba mengkonfirmasi bhal ini kepada BPN Pati. Namun pimpinan BPN Pati tak bisa ditemui oleh wartawan. Petugas keamanan BPN Pati beralasan pimpinan sedang rapat.
Editor: Supriyadi