Sejumlah pendekar beratraksi di halaman Makam Mbah Wiro Padi, Desa Pasucen, Kecamatan Trangkil, Kabupaten Pati pada Selasa (24/6/2025) malam.
Mereka tampak melakukan berbagai gerakan dengan iringan tabuhan alat musik. Warga memang membalut seni bela diri ini dengan bentuk tarian sehingga menjadi sebuah kesenian yang unik.
Kesenian itu telah turun temurun diajarkan di kalangan masyarakat Desa Pasucen. Saat ini hampir mayoritas warga bisa memainkan seni Gongcik.
Saat tanding, gerakannya tampak luwes namun juga tegas kala memainkan jurusnya. Kelincahan juga terlihat meski usianya telah beranjak senja.
”Dulu belajar Gongcik sejak tahun 1970. Sudah agak dewasa. Kalau sampai sekarang berarti sudah 50 tahun lebih menggeluti Gongcik. Awalnya dulu Mbah Kadirun kemudian mengajari Mbah Kardi yang dilanjutkan diajarkan ke saya,” ujarnya.
Murianews, Pati – Seni pencak silat asal Kabupaten Pati, Gongcik, masih eksis hingga kini. Seni beladiri ini muncul pada jaman kolonial untuk melawan penjajah Belanda.
Sejumlah pendekar beratraksi di halaman Makam Mbah Wiro Padi, Desa Pasucen, Kecamatan Trangkil, Kabupaten Pati pada Selasa (24/6/2025) malam.
Mereka tampak melakukan berbagai gerakan dengan iringan tabuhan alat musik. Warga memang membalut seni bela diri ini dengan bentuk tarian sehingga menjadi sebuah kesenian yang unik.
Warga Desa Pasucen menamakan Seni ini dengan Gongcik. Dari kata ”Gong” yang berupa alat musik gamelan dan ”Cik” yang berasal dari kata Pencak-Pencik atau silat Jawa.
Kesenian itu telah turun temurun diajarkan di kalangan masyarakat Desa Pasucen. Saat ini hampir mayoritas warga bisa memainkan seni Gongcik.
Salah satu pemain Gongcik, Sukardi misalnya. Meski telah berusia 70 tahun, namun dia masih terampil memainkan gerak tubuhnya saat pertunjukkan Gongcik yang digelar.
Saat tanding, gerakannya tampak luwes namun juga tegas kala memainkan jurusnya. Kelincahan juga terlihat meski usianya telah beranjak senja.
”Dulu belajar Gongcik sejak tahun 1970. Sudah agak dewasa. Kalau sampai sekarang berarti sudah 50 tahun lebih menggeluti Gongcik. Awalnya dulu Mbah Kadirun kemudian mengajari Mbah Kardi yang dilanjutkan diajarkan ke saya,” ujarnya.
Tetap lestari...
Meski tenaganya tak sekuat dulu, namun Sukardi mengaku senang bisa tetap bermain Gongcik. Dia juga masih aktif mengajari anak-anak muda untuk bermain kesenian sekaligus beladiri tersebut.
”Senang bisa berkumpul dengan bolo-bolo. Senang juga bisa mengumpulkan anak-anak, melihat mereka bisa meneruskan kesenian ini,” ujarnya.
Salah satu penggiat Gongcik asal Desa Pasucen, Ahmad Fauzi menjelaskan sejarah Gongcik yang merupakan perpaduan antara pencak silat dan tari. Menurutnya kesenian itu merupakan warisan dari nenek moyangnya.
”Menurut penelitian sudah ada di Pasucen sejak tahun 1835 lalu,” ucapnya.
Awalnya, dia menyebut kesenian itu dibuat untuk membentengi diri saat melawan penjajah. Gerakan tari itu dibuat untuk menyamarkan latihan beladiri yang dilakukan oleh masyarakat.
”Mbah Wiro Padi dulu yang babad alas desa ini. Awalnya nglatih pencak Jawa Murni. Kemudian di era murid-muridnya kemudian dipadukan dengan balutan tarian untuk mengelabui Belanda,” ucapnya.
Setelah merdeka, Gongcik kemudian menjadi bentuk pertunjukkan kesenian. Sekarang ini digunakan untuk meramaikan acara ritual kebudayaan yang ada di desa.
”Biasanya di Pasucen, Gongcik ditampilkan saat momen Maulud, Suro, sedekah bumi maupun hajatan,” imbuhnya.
Dia berharap nantinya kesenian itu dapat dilestarikan. Terutama dengan semakin banyaknya anak muda yang menekuninya.
Editor: Cholis Anwar