Ia berpandangan, kenaikan yang terjadi di wilayah Kecamatan Jakenan lantaran MT 3 ini banyak petani yang tak menanam padi. Hal itu dipicu sulitnya pasokan air di lahan tadah hujan.
Menurutnya pertanian yang masih menanam padi hanya ada di wilayah tertentu, seperti kawasan yang dekat dengan Sungai Silugonggo. Sedangkan, lahan yang jauh dari Sungai Silugonggo memilih menanam palawija.
”Kalau Kecamatan Jakenan, daerah sekitar Silugonggo tanam padi MT 3, sedang daerah yang jauh dengan Sungai Silugonggo tanam kacang hijau. Menurut saya kurangnya petani menanam padi MT 3 karena faktor air tadah hujan sehingga menyebabkan harga naik,” tandas dia.
Murianews, Pati – Harga Gabah Kering Panen (GKP) tembus Rp 7.700 per kilogram (Kg). Petani di Desa Bungasrejo, Kecamatan Jakenan, Kabupaten Pati pun bungah.
GKP berangsur naik dari sebulan terakhir. Di Kecamatan Jakenan, Kabupaten Pati sendiri harga gabah tersebut sudah amat tinggi sepekan terakhir.
Balai Penyuluh Pertanian (BPP) Kecamatan Jakenan mengatakan jika kondisi tersebut karena pasokan gabah memang sedang minim di MT 3 ini.
”Satu bulanan ini harga sekitar Rp 7.300 sampai Rp 7.400, bahkan hari ini sejak seminggu yang lalu harga sudah Rp 7.700 per kg. Namun terkadang turun lagi di angka Rp 7.500 kala terjadi hujan deras beberapa hari lalu,” ujar Kepala BPP Kecamatan Jakenan, Cholil Anwar, Jumat (1/8/2025).
Sebelumnya harga GKP sebesar Rp 6.500. Angka tersebut menjadi harga ketetapan minimal GKP yang ditentukan di level produsen (petani).
Sejak Mei 2025 harga GKP mulai naik di angka Rp 7.000-an. Kemudian pada Juni 2025, kembali menanjak naik jadi Rp 7.200 per kilogram dan sekarang menjadi puncaknya.
Para pembeli gabah memasang harga lebih tinggi untuk bisa menyerap gabah dari petani. Di samping itu, naiknya harga GKP dalam beberapa waktu terakhir juga dipengaruhi oleh minimnya pasokan gabah dari petani.
”Dengan adanya penyerapan Bulog Rp 6.500, mau tak mau tengkulak atau penebas membeli GKP di atas itu. Kenaikan disebabkan sehabis panen raya MT 2, otomatis tinggal daerah tertentu yang masih belum panen,” ungkapnya.
Panen minim...
Ia berpandangan, kenaikan yang terjadi di wilayah Kecamatan Jakenan lantaran MT 3 ini banyak petani yang tak menanam padi. Hal itu dipicu sulitnya pasokan air di lahan tadah hujan.
Menurutnya pertanian yang masih menanam padi hanya ada di wilayah tertentu, seperti kawasan yang dekat dengan Sungai Silugonggo. Sedangkan, lahan yang jauh dari Sungai Silugonggo memilih menanam palawija.
”Kalau Kecamatan Jakenan, daerah sekitar Silugonggo tanam padi MT 3, sedang daerah yang jauh dengan Sungai Silugonggo tanam kacang hijau. Menurut saya kurangnya petani menanam padi MT 3 karena faktor air tadah hujan sehingga menyebabkan harga naik,” tandas dia.
Editor: Cholis Anwar