Owner Galeri Gentamas Dasa Gentawati mengatakan, batik Kudus tidak pernah sepi peminat. Namun, dia menyarankan pengrajin batik terus mengeluarkan produk baru.
”Konsumen di Kudus itu kalau saya memperhatikan ketika batiknya ada yang kembar itu tidak mau. Mayoritas tidak suka. Nah hal ini yang harus menjadi motivasi bagi teman-teman pembatik di Kudus,” katanya, Sabtu (24/6/2023).
Dasa menilai orang Kudus lebih cepat bosan. Dari pengalaman itulah dirinya kini terus mengeluarkan produk baru.
”Dalam sebulan saya bisa memproduksi lima sampai sepuluh batik supaya tidak terjadi kembar. Termasuk batik pesanan sekolah saya bikin satu motif satu warna supaya tidak kembar,” sambungnya.
Menurutnya, batik saat ini sudah menjadi fashion. Sehingga harus terus berkembang.
”Hal terpenting tidak meninggalkan kearifan lokal Kudusnya. Seperti Menara Kudus, air tiga rasa, parijoto, beras kecer, dan ikon Kudus lainnya. Untuk warna batik Kudus cenderung kuning dan kecoklatan,” terangnya.
Dalam sebulan dirinya dapat menjual 200 pcs saat ramai. Sedangkan saat sepi setidaknya dapat menjual 60 pcs batik.Lebih lanjut, untuk satu motif batik cap mulai proses menggambar sampai menjadi batik membutuhkan waktu satu bulan. Jumlah batik yang tercipta bisa sebanyak 100 pcs.”Tetapi kalau batik tulis membutuhkan waktu dua minggu untuk satu pcs saja,” terangnya.Harga batik tulis maupun batik cap di tempatnya berbeda. Batik cap di tempatnya berkisar dari Rp 105 ribu sampai Rp 275 ribu. Sedangkan batik tulis dimulai dari harga Rp 450 ribu sampai Rp 1 juta.”Ke depannya tetap akan mempertahankan batik Kudusan karena masih diminati. Harapannya batik Kudus semakin dicintai warganya,” pungkasnya. Editor: Supriyadi
Murianews, Kudus – Perajin batik Kudus dituntut untuk selalu berinovasi untuk menjawab tantangan pasar. Inovasi tersebut salah satunya dengan mengembangkan produk yang selalu diperbaharui setiap saat.
Owner Galeri Gentamas Dasa Gentawati mengatakan, batik Kudus tidak pernah sepi peminat. Namun, dia menyarankan pengrajin batik terus mengeluarkan produk baru.
”Konsumen di Kudus itu kalau saya memperhatikan ketika batiknya ada yang kembar itu tidak mau. Mayoritas tidak suka. Nah hal ini yang harus menjadi motivasi bagi teman-teman pembatik di Kudus,” katanya, Sabtu (24/6/2023).
Dasa menilai orang Kudus lebih cepat bosan. Dari pengalaman itulah dirinya kini terus mengeluarkan produk baru.
”Dalam sebulan saya bisa memproduksi lima sampai sepuluh batik supaya tidak terjadi kembar. Termasuk batik pesanan sekolah saya bikin satu motif satu warna supaya tidak kembar,” sambungnya.
Menurutnya, batik saat ini sudah menjadi fashion. Sehingga harus terus berkembang.
”Hal terpenting tidak meninggalkan kearifan lokal Kudusnya. Seperti Menara Kudus, air tiga rasa, parijoto, beras kecer, dan ikon Kudus lainnya. Untuk warna batik Kudus cenderung kuning dan kecoklatan,” terangnya.
Dalam sebulan dirinya dapat menjual 200 pcs saat ramai. Sedangkan saat sepi setidaknya dapat menjual 60 pcs batik.
Lebih lanjut, untuk satu motif batik cap mulai proses menggambar sampai menjadi batik membutuhkan waktu satu bulan. Jumlah batik yang tercipta bisa sebanyak 100 pcs.
”Tetapi kalau batik tulis membutuhkan waktu dua minggu untuk satu pcs saja,” terangnya.
Harga batik tulis maupun batik cap di tempatnya berbeda. Batik cap di tempatnya berkisar dari Rp 105 ribu sampai Rp 275 ribu. Sedangkan batik tulis dimulai dari harga Rp 450 ribu sampai Rp 1 juta.
”Ke depannya tetap akan mempertahankan batik Kudusan karena masih diminati. Harapannya batik Kudus semakin dicintai warganya,” pungkasnya.
Editor: Supriyadi