Peringatan Bahaya Rokok Diperbesar, Praktisi Ekonomi: Tak Efektif
Vega Ma'arijil Ula
Sabtu, 3 Agustus 2024 13:27:00
Murianews, Kudus – Pemerintah mewajibkan peringatan kesehatan bergambar di kemasan rokok naik menjadi 50 persen dari yang saat ini 40 persen dinilai tak efektif.
Penilaian itu diungkapkan langsung oleh praktisi ekonomi sekaligus Dosen Ekonomi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Kudus, Jawa Tengah, Nor Hadi.
”Sebenarnya peringatan bahaya merokok sudah ada di bungkusnya dengan gambar yang menakutkan juga, tetapi orang kalau sudah candu merokok ya tetap akan merokok,” katanya kepada Murianews.com, Sabtu (3/8/2024).
Ia menilai, font peringatan bahaya merokok yang ada di pasaran saat ini sudah tertulis lumayan besar. Namun, menurut dia perokok tetap tak menghiraukan hal tersebut.
”Perokok biasanya juga sudah terlanjur punya prinsip merokok mati, tidak merokok juga mati. Sehingga sulit mau diberi peringatan apapun,” sambungnya.
Ia tak menampik, berbicara permasalahan rokok ada dua sisi yang menjadi pertimbangan. Di satu sisi rokok dapat mengganggu kesehatan, namun pendapatan yang dihasilkan dari pajak rokok juga membantu pembangunan negara.
”Konsumsi rokok di Indonesia ini lumayan tinggi. Hampir setiap orang paling tidak menghabiskan satu bungkus rokok. Hal ini sebenarnya tidak bagus juga untuk kesehatan, namun memberikan penghasilan juga bagi negara,” terangnya.
Ketua Pimpinan Unit Kerja (PUK) Serikat Pekerja (SP) Rokok Tembakau Makanan dan Minuman (RTMM), Ali Muslikin, PT Djarum menilai font peringatan bahaya merokok pada kemasan rokok produksinya tergolong sudah lumayan besar. Di lain sisi, ia mengeluhkan peringatan dari pemerintah itu.
”Kami pelaku Industri Hasil Tembakau (IHT) sebenarnya sudah selalu taat dengan pemerintah. Tetapi apakah bahaya merokok sampai sebesar itu kok harus ada peringatan semacam ini,” jelasnya.
Ia membandingkan asap kendaraan bermotor yang juga menurutnya berbahaya. Namun, pemerintah tidak pernah mempermasalahkan.
”Asap kendaraan menurut saya lebih berbahaya. Saya melihatnya kok ada regulasi yang aneh-aneh terkait rokok,” imbuhnya.
Hal senada diungkapkan Pemilik PR Rajan Nabadi, Sutrishono. Ia menyampaikan, masyarakat sebenarnya tanpa ada peringatan bahaya rokok juga sudah memahami terhadap bahaya yang ditimbulkan dari rokok. Ia menilai aturan tersebut terlalu berlebihan.
”Kami sudah sertakan peringatan bahaya rokok. Namun, masyarakat yang senang merokok tetap akan merokok,” terangnya.
Pemerintah resmi memperbesar font dan gambar bahaya merokok yang tertera di bungkus rokok hingga separuh bungkus.
Kebijakan itu dilakukan setelah pemerintah mengesahkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan.
Dalam PP tersebut, tepatnya pada Pasal 438 Ayat (4) huruf a dijelaskan gambar dan peringatan yang tercantum pada bagian bungkus rokok, baik depan atau belakang harus 50 persen dari sebelumnya hanya 40 persen.



