Jokowi Didesak Kaji Kembali Rancangan Perpres Publisher Rights
Zulkifli Fahmi
Sabtu, 29 Juli 2023 09:46:00
Murianews, Jakarta – Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi (IJTI) dan Indonesian Digital Association (IDA) mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali mengkaji teks Rancangan Peraturan (Perpres) Publisher Rights.
Diketahui, materi Perpers tersebut sudah disetorkan ke Sekretariat Negara untuk ditandatangani. Padahal, beberapa poin dari naskah rancangan itu belum disepakati seluruh pemangku kepentingan di industri media.
Ketua Umum AMSI Wenseslaus Manggut mengatakan, substansi Perpres tersebut seharusnya tidak lepas dari upaya memperbaiki ekosistem jurnalisme di Indonesia. Pun demikian dengan platform digital yang juga perlu dilibatkan sebagai pemangku kepentingan ekosistem informasi.
’’Tujuan kita semua adalah menciptakan bisnis media yang sehat dengan konten jurnalisme yang berkualitas. Kebuntuan dalam pembahasan rancangan Perpres harus dipecahkan dengan mencari win win solution,’’ katanya dalam keterangan tertulis yang diterima Murianews.com, Jumat (29/7/2023) malam.
Wens, sapaan Wenseslaus Manggut memberikan contoh solusi yang telah diterapkan di negara lain. Seperti, designation clause yang ada dalam Media Bargaining Code di Australia. Menurutnya itu bisa diterapkan di Indonesia.
Adanya pasal itu, hanya platform yang menolak berkontribusi secara signifikan pada upaya memperbaiki ekosistem media yang diwajibkan memenuhi ketentuan dalam peraturan. Namun, dari draft terakhir Perpres Publishers Rights yang beredar belum memasukkan klausul tersebut hingga kini.
Ketua Umum AJI Indonesia Sasmito mengingatkan pentingnya jaminan bahwa regulasi itu berdapak pada kesejahteraan jurnalis. Ia pun meminta draft terakhir rancangan Perpres dibuka ke publik untuk mendapat masukan dan hasil terbaik.
Sasmito menekankan pentingnya peraturan ini diawasi dan ditegakkan badan pelaksana atau komite independen dari kepentingan platform, industri media, maupun pemerintah.
’’Namun demikian, kewenangan badan pelaksana atau komite tersebut harus tunduk kepada Undang-Undang Pers dan tidak mengambil kewenangan dari Dewan Pers,’’ katanya.
Ketua Umum IJTI Herik Kurniawan meminta agar regulasi ini semata mata untuk menciptakan rasa keadilan bagi seluruh penerbit media termasuk yang berskala menengah maupun kecil.
Dengan begitu, lanjut Herik, akan tercipta ekosistem media digital yang sehat, berkualitas, professional, dan menyejahterakan jurnalisnya.
’’Jangan sampai regulasi ini hanya menguntungkan pihak tertentu saja. Sementara banyak penerbit kecil, lokal, dan independen, yang juga harus terlindungi adanya aturan semacam ini,’’ katanya.
Ketua Umum IDA Dian Gemiano mengungkapkan aspirasi organisasinya agar Perpres ini tidak menjadi langkah mundur untuk industri media digital di Indonesia.
’’Kami sangat mendukung regulasi untuk memastikan keberlanjutan jurnalisme berkualitas di Indonesia, namun dengan pertimbangan dinamika industri saat ini harus dilihat pula dengan bijak risiko-risiko yang dapat mendisrupsi keberlangsungan bisnis media jika seluruh pemangku kepentingan belum sepakat dengan rancangan regulasi yang ada,’’ katanya.
Rencana penandatanganan Perpres Publisher Rights ini direspon Google Indonesia dalam siaran persnya pada Selasa (25/7/2023). Di mana, Google Indonesia menegaskan rencana mereka untuk tak lagi menayangkan konten berita di platformnya.
Langkah ini pernah dilakukan Google Australia dan Kanda. Di Australia, Google akhirnya melunak setelah pemerintah setempat melakukan renegosiasi dengan tawaran win-win solution.
Jika Google benar-benar melakukan aksi itu, maka tentu menjadi ancaman bagi penerbit media di Indonesia. Sebab, platform mesin pencari Google dan situs agregator video Youtube, tidak akan lagi menayangkan konten yang berasal dari penerbit media di Indonesia.
Penerbit media di Indonesia tentunya bakal kehilangan traffic pembaca yang akan berimbas pada pendapatan. Bahkan potensi kehilangannya bisa mencapai miliaran rupiah.
Di samping itu, publik juga bakal kehilangan akses pada informasi penting dan kredibel yang diproduksi redaksi media massa. Terlebih, saat ini Indonesia berada di periode krusial menjelang Pemilu 2024.



