Fitrah illahiah bisa dilihat dari potensi yang dipengaruhi oleh leluhur. Istilah kekiniannya yakni gen.
”Biasanya ada potensi dari leluhur yang menurun atau ikut berpengaruh dari diri kita. Dengan mempelajarinya tentu kita bisa meningkatkan potensi tersebut,” ungkapnya.
Kemudian, tarbiyah merupakan proses transfer ilmu dari orang lain ke diri. Dengan menyadari hal itu maka bisa dipilah apakah pengetahuan yang dimiliki benar-benar intuitif ataupun titipan pengetahuan dari orang lain.
”Kemudian ada riyadhoh atau keinginan untuk menjadi. Seperti saat kita tiba-tiba menyadari kesalehan orang lain kemudian kita tiba-tiba memiliki keinginan untuk berupaya ikut mendekatkan diri pada Allah,” tambahnya.
Dia menyebut situasi pengetahuan manusia dipengaruhi ketiga karakteristik tersebut. Dengan melakukan sesuai kesadaran diri, maka manusia dapat menerobos dari batas ragawi menuju yang rohani.
”Hewan begitu dilahirkan secara tanpa perlu diajari sudah bisa membuat sangkarnya sendiri. Namun manusia harus melalui proses berlatih terus menerus untuk memahami dan menguasai sesuatu. Artinya, manusia dibentuk oleh pengetahuan dan pendidikannya,” ungkapnya.
Murianews, Pati – Pentingnya akhlak mulia dalam menerobos batasan menjadi pembahasan dalam Ngaji NgAllah Suluk Maleman edisi ke-158 di Rumah Adab Indonesia Mulia, Sabtu (22/2/2025) malam.
Membawa tema ”Menerobos Batas”, agenda itu menghadirkan sejumlah narasumber di antaranya Helmi Mustofa, Budi Maryono, dan Muhammad Aniq. Acara juga dimeriahkan dengan penampilan khusus dari Kiai Kanjeng.
Helmi Mustofa mengatakan, diri manusia itu sendiri sedianya telah menjadi batas. Seperti jenis kelamin, etnis, agama, hingga ilmu merupakan batasan yang dimiliki manusia.
Maka dari itu, risalah Islam yang dibawa Nabi Muhammad, salah satunya yakni pentingnya berilmu. Itu agar manusia menyadari adanya ilmu yang jauh lebih luas dari yang dipahami.
Dengan ilmu, manusia bisa memperluas cakrawala pandang. Dengan begitu, Islam mengajak setiap manusia untuk menerobos batas yang lahir dari kesempitan pandang.
”Seringnya kita merasa upaya kita sudah sampai batas. Padahal belum tentu,” terangnya.
Budayawan asal Semarang, Budi Maryono menambahkan, berkat batasan yang dimiliki, manusia juga telah menciptakan beberapa alat. Salah satunya pesawat yang merupakan penciptaan dari manusia agar bisa terbang.
”Sebenarnya kita tidak tahu sampai mana batasan itu. Misal kita berusaha tiga kali dan berhenti itulah batasan kita. Tapi jika ternyata setelah tiga kali masih mau berupaya lagi hingga tujuh kali, bisa jadi batasan kita sebenarnya tujuh kali itu. Manusia tetap ada batasnya. Namun untuk tahu batasnya kita hanya perlu terus mencoba,” ungkapnya.
Tiga Karakteristik Batasan...
Muhammad Aniq menambahkan Imam Ghozali melihat ada tiga karakteristik batasan dalam mengenal diri, yakni fitrah illahiah, tarbiyah, dan riyadhoh.
Fitrah illahiah bisa dilihat dari potensi yang dipengaruhi oleh leluhur. Istilah kekiniannya yakni gen.
”Biasanya ada potensi dari leluhur yang menurun atau ikut berpengaruh dari diri kita. Dengan mempelajarinya tentu kita bisa meningkatkan potensi tersebut,” ungkapnya.
Kemudian, tarbiyah merupakan proses transfer ilmu dari orang lain ke diri. Dengan menyadari hal itu maka bisa dipilah apakah pengetahuan yang dimiliki benar-benar intuitif ataupun titipan pengetahuan dari orang lain.
”Kemudian ada riyadhoh atau keinginan untuk menjadi. Seperti saat kita tiba-tiba menyadari kesalehan orang lain kemudian kita tiba-tiba memiliki keinginan untuk berupaya ikut mendekatkan diri pada Allah,” tambahnya.
Dia menyebut situasi pengetahuan manusia dipengaruhi ketiga karakteristik tersebut. Dengan melakukan sesuai kesadaran diri, maka manusia dapat menerobos dari batas ragawi menuju yang rohani.
Anis Sholeh Ba’asyin, penggagas Suluk Maleman mengatakan manusia berbeda dengan binatang. Hampir seluruh unsur pembentuk pengetahuan manusia tentang diri dan lingkungannya adalah hasil internalisasi dari luar.
”Hewan begitu dilahirkan secara tanpa perlu diajari sudah bisa membuat sangkarnya sendiri. Namun manusia harus melalui proses berlatih terus menerus untuk memahami dan menguasai sesuatu. Artinya, manusia dibentuk oleh pengetahuan dan pendidikannya,” ungkapnya.
Tombo Ati...
Maka tak heran ada salah satu hadis Nabi yang menyebutkan, ia tidak diutus kecuali untuk meluhurkan kemuliaan-kemuliaan akhlak.
Ia menjelaskan, Akhlak merupakan hasil internalisasi dan latihan terus-menerus yang melahirkan kebiasaan yang melekat pada manusia dan akan menjadi kesadaran intuitifnya.
Kesadaran inilah yang menurut Daniel Kahneman, pemenang nobel untuk bidang psikologi, menentukan 95 persen keputusan yang diambil dalam hidup.
”Salah satu nasihat yang baik adalah tombo ati yang konon dari Sayidina Ali. Dalam nasihat tersebut dianjurkan untuk membaca Alquran berikut maknanya,” jelasnya.
Dengan memahami makna, artinya siapapun memahami bahasa yang merupakan alat penyimpan seluruh pengetahuan manusia.
Dengan begitu, batas pemahaman yang mungkin telah tereduksi bisa diterobos dan membawa pada proses internalisasi yang lebih tepat.
Kemudian, salat malam yang dianjurkan dalam tombo ati menekankan, malam hari merupakan waktu yang sunyi. Waktu itu menjadi momen yang baik untuk terhubung dengan keberadaan semesta, yaitu Allah.
Pada pesan ketiga, mengisyaratkan bahwa lingkungan terdekat sangat mempengaruhi pola pikir. Maka berkumpul dengan orang saleh tentu akan mempengaruhi kita untuk berbuat kebaikan.
Puasa...
Selanjutnya, puasa yang menjadi pesan keempat bermakna bahwa persoalan dunia kerap kali bermula dari perut.
”Faktanya beragam hormon yang mempengaruhi hidup manusia diproduksi di perut, dari makanan yang kita konsumsi. Sehingga dengan puasa manusia dapat menemukan keseimbangan untuk mengontrol nafsunya,” jelasnya.
Pesan terakhir yakni, berzikir yang bermakna mengingat Allah. Ini juga bermakna mengingat sejarah perjalanan diri.
”Lewat zikir malam kita bisa bermuhasabah, apa yang baik apa yang buruk, mana yang haq mana yang bathil yang selama ini telah kita kerjakan,” ungkapnya.