Kamis, 20 November 2025

Murianews, Jakarta – Sebanyak 14 orang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus MinyaKita tak sesuai takaran yang beredar di pasaran.

Dirtipideksus Bareskrim Polri sekaligus Kepala Satgas Pangan Polri Brigjen Helfi Assegaf mengatakan, 14 tersangka merupakan direktur perusahaan produsen MinyaKita.

”Yang sudah jelas dari 14 perusahaan, ya, 14 orang tersangkanya. (Yang tersangka) direkturnya, yang bertanggung jawab. Sesuai undang-undang kan direkturnya,” ujar Helfi dikutip dari Antara, Jumat (14/3/2025).

Penetapan tersangka dilakukan setelah pihaknya mendapatkan 14 laporan terkait ketidaksesuaian takaran MinyaKita dengan label kemasan.

Helfi menjelaskan produsen yang melanggar aturan kebanyakan memproduksi Minyakita dalam bentuk kemasan botolan.

Selain menetapkan tersangka, Satgas Polri bersama Kementerian Perdagangan juga menyegel pabrik PT Artha Eka Global Asia (AEGA) yang melanggar aturan ketentuan takaran minyak goreng rakyat atau Minyakita, di Karawang, Jawa Barat.

Dalam rantai distribusi Minyakita, PT AEGA bertindak sebagai repacker atau pengemas ulang dan terdaftar sebagai distributor tingkat 1 (D1).

Namun saat diuji, takaran MinyaKita produksi PT AEGA hanya sekitar 800 ml atau lebih rendah 200 ml dari label takaran, yakni 1 liter. Padahal, botol minyak terisi penuh.

Botolnya Sudah Tak Sesuai... 

Dengan demikian, botol-botol kemasan Minyakita di pabrik tersebut memiliki kapasitas yang tidak sesuai ketentuan takaran.

Tak hanya itu, PT AEGA juga menjual lisensi ilegal pada dua perusahaan distributor di Tangerang untuk memproduksi Minyakita. Kedua perusahaan itu berlokasi di Pasar Kemis, Tangerang dan Rajeg, Tangerang.

”Izinnya dicabut, tidak boleh beroperasi lagi,” ujar Menteri Perdagangan Budi Santoso.

Berdasarkan temuan Kemendag dan Satgas Pangan Polri, PT AEGA juga tidak mengambil bahan minyak dari skema domestic market obligation (DMO).

Seharusnya, MinyaKita yang merupakan merek minyak goreng rakyat diambil dari kontribusi para pelaku usaha industri turunan kelapa sawit melalui skema kebijakan DMO.

Kini, pelaku dijerat Pasal 62 juncto Pasal 8, 9, dan 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak Rp 2 miliar.

Komentar

Berita Terkini

Terpopuler