Namun ia menekankan substansi kehalalan tidak boleh dikompromikan.
”Jangan hanya karena ingin memperoleh insentif pajak dari proses resiprokasi ini, mengorbankan hal yang bersifat fundamental sehingga hak dasar masyarakat Indonesia tercabut,” kata dia.
Murianews, Jakarta – Majelis Ulama Indonesia (MUI) memberikan tamparan pada Amerika Serikat (AS) yang menyoroti kebijakan kewajiban serifikat halal pada produk yang beredar di Indonesia.
Diketahui, Presiden AS Donald Trump memprotes kebijakan sertifikasi halal yang berlaku di Indonesia.
Menurut laporan tahunan Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR), kebijakan itu telah menghambat perdagangan Amerika ke Indonesia.
Hambatan itu pun dituangkan dalam National Trade Estimate (NTE) Report on Foreign Trade Barriers 2025 yang dirilis 31 Maret 2025 lalu.
Berdasarkan NTE 2025 itu Amerika keberatan dengan kebijakan sertifikasi halal yang membuat barang impor dari AS harus lebih dulu melalui uji kehalalan.
Menanggapi itu, Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh menegaskan, kebijakan itu merupakan sebuah kewajiban dan tidak dapat dinegosiasi maupun dikompromikan.
”Undang-Undang kita mengatur tentang jaminan produk halal. Salah satunya disebutkan setiap produk yang masuk, yang beredar, dan atau yang diperjualbelikan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal,” ujar Asrorun Niam seperti dikutip dari Antara, Selasa (6/5/2024).
Ia mengatakan, jaminan halal pada produk yang beredar di Indonesia merupakan implementasi perlindungan hak asasi manusia, khususnya hak beragama yang dijamin konstitusi.
Prinsip dalam Fiqih...
Niam pun menegaskan, prinsip dalam fiqih muamalah bukan terletak pada siapa mitra dagangnya, melainkan pada aturan mainnya.
Ia menjelaskan, Indonesia tidak melarang perdagangan dari negara manapun, termasuk dengan Amerika Serikat, selama itu dilakukan dengan saling menghormati, menguntungkan, dan tidak ada tekanan politik.
”Nah dalam konteks halal mayoritas masyarakat di Indonesia adalah Muslim dan setiap Muslim terikat oleh kehalalan produk,” kata dia.
Merujuk pada Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal atau UU Jaminan Produk Halal menyebutkan semua produk yang masuk dan beredar di Indonesia wajib bersertifikasi halal.
Beleid itu merupakan bentuk perlindungan negara terhadap konsumsi masyarakat dan dijamin dalam kerangka hak asasi manusia.
Menurutnya, protes Amerika terhadap kebijakan itu pun harusnya tak menjadi isu besar. Sebab, sistem sertifikasi halal juga telah diakui di Negeri Paman Sam tersebut.
Niam juga mengaku pernah melakukan kunjungan ke berbagai negara bagian di AS untuk memastikan produk yang diimpor ke Indonesia memenuhi standar kehalalan.
”Kalau Amerika berbincang soal hak asasi manusia, maka soal sertifikasi halal bagian dari implementasi penghormatan dan penghargaan terhadap hak asasi yang paling mendasar yaitu hak beragama,” kata dia.
Aspek Teknis...
Niam mengusulkan ruang kompromi dilakukan dalam aspek teknis, seperti penyederhanaan administrasi, transparansi pelaporan, efisiensi biaya, dan waktu pengurusan.
Namun ia menekankan substansi kehalalan tidak boleh dikompromikan.
”Jangan hanya karena ingin memperoleh insentif pajak dari proses resiprokasi ini, mengorbankan hal yang bersifat fundamental sehingga hak dasar masyarakat Indonesia tercabut,” kata dia.