Wakil Bupati Mojokerto, M Rizal Oktavian mengatakan, pada 2026, angka stunting di Mojokerto ditargetkan turun menjadi 19 lokasi fokus (lokus), dengan pada 2025 ini, masih ada 25 lokus stunting.
Ia mengungkapkan, pola makan masih mendominasi penyebab utama stunting di Mojokerto dengan persentase 87 persen.
Kemudian disusul faktor lingkungan, seperti sanitasi dan paparan asap rokok sebesar 65 persen, dan pola asuh sebesar 45 persen.
”Jadi dari 1 kasus stunting ini bisa penyebabnya ada 2 faktor, jadi tidak hanya 1 penyebab saja,” terangnya, seperti dikutip dari laman resmi Pemprov Jatim, Senin (16/6/2025).
Rizal menjelaskan, anggaran untuk penurunan stunting juga meningkat, selain dari APBD dan APBN, Pemkab Mojokerto juga memanfaatkan Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik dan non-fisik serta dukungan Corporate Social Responsibility (CSR).
”Dari pemetaan perangkat daerah mengaku stunting ada peningkatan jumlah anggaran dari tahun 2021-2024,” ujarnya.
Selain dari sisi anggaran, upaya penurunan stunting di Mojokerto juga berkat jalinan komitmen dengan beberapa pihak. Di antaranya yakni, adanya MoU dengan 18 Kepala KUA Kecamatan se-Kabupaten Mojokerto untuk pendampingan pada calon penganting.
Murianews, Mojokerto – Angka stunting di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur berhasil diturunkan dari 16,2 persen pada 2023 menjadi 15,4 persen pada 2024.
Wakil Bupati Mojokerto, M Rizal Oktavian mengatakan, pada 2026, angka stunting di Mojokerto ditargetkan turun menjadi 19 lokasi fokus (lokus), dengan pada 2025 ini, masih ada 25 lokus stunting.
Ia mengungkapkan, pola makan masih mendominasi penyebab utama stunting di Mojokerto dengan persentase 87 persen.
Kemudian disusul faktor lingkungan, seperti sanitasi dan paparan asap rokok sebesar 65 persen, dan pola asuh sebesar 45 persen.
”Jadi dari 1 kasus stunting ini bisa penyebabnya ada 2 faktor, jadi tidak hanya 1 penyebab saja,” terangnya, seperti dikutip dari laman resmi Pemprov Jatim, Senin (16/6/2025).
Rizal menjelaskan, anggaran untuk penurunan stunting juga meningkat, selain dari APBD dan APBN, Pemkab Mojokerto juga memanfaatkan Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik dan non-fisik serta dukungan Corporate Social Responsibility (CSR).
”Dari pemetaan perangkat daerah mengaku stunting ada peningkatan jumlah anggaran dari tahun 2021-2024,” ujarnya.
Selain dari sisi anggaran, upaya penurunan stunting di Mojokerto juga berkat jalinan komitmen dengan beberapa pihak. Di antaranya yakni, adanya MoU dengan 18 Kepala KUA Kecamatan se-Kabupaten Mojokerto untuk pendampingan pada calon penganting.
Dua Aplikasi...
Kemudian, kerja sama dengan STIKES Majapahit, STIKES Dian Husada, dan UBS PPNI untuk intervensi kesehatan. Tak hanya itu, Pemkab Mojokerto juga mengembangkan dua aplikasi pendukung yakni e-Stunting dan KERISMOJO.
Aplikasi itu mencatat data penimbangan balita, laporan kegiatan TPPS, hingga realisasi anggaran dan dukungan CSR.
Pemkab Mojokertjo juga memiliki program inofativ, salah satunya SUJU (Susu Jum’at) yang menyasar siswa SD dan SMP agar terbiasa mengonsumsi susu sebagai bagian dari pemenuhan gizi.
Ada juga Gema Pitu (Gerakan Masyarakat Posyandu Terpadu) dan Sinau Penting, sebuah gerakan dari Kecamatan Dlanggu yang didanai secara sukarela oleh ASN untuk membantu balita stunting.
Serta, program pemberdayaan berbasis pangan lokal seperti Pekarangan Pangan Lestari (P2L), pelatihan masak, serta wisata kuliner di Pacet juga jadi bagian dari strategi.
Pemkab juga menggandeng pihak swasta seperti PT Multi Bintang, PT BONDVAST, PT Sun Flower Ceramics, hingga Dompet Dhuafa untuk intervensi langsung dan bantuan sosial.