Bantah Skenario Darurat Militer, TNI Tegaskan Taat Konstitusi
Zulkifli Fahmi
Senin, 1 September 2025 18:59:00
Murianews, Jakarta – Tentara Nasional Indonesia (TNI) membantah adanya skenario penerapan darurat militer di Indonesia. Isu itu beredar menyusul meluasnya kerusuhan dan kericuhan di berbagai wilayah.
Penegasan itu disampaikan Wakil Panglima TNI Jenderal Tandyo Budi Revita usai rapat kerja dengan Komisi I DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (1/9/2025).
Ia tegas mengatakan tak ada skenario menuju penetapan darurat militer melalui cipta kondisi berbagai kerusuhan dalam gelombang demonstrasi sepekan terakhir. Ia menjelaskan, TNI dalam menjalankan fungsinya taat pada konstitusi.
”Kalau ada anggapan seperti itu tentunya sangat salah, jauh dari apa yang kami lakukan,” ujarnya, seperti dikutip dari Tempo.co.
Tandyo menjelaskan, TNI memberikan bantuan penanganan gelombang demonstrasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Sesuai arahan Prabowo, penanganan demonstrasi yang meluas dilakukan bersama-sama Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
”Kami memberikan bantuan kepada institusi lain tentunya atas dasar regulasi dan permintaan saat itu sendiri,” kata Jenderal dari matra Angkatan Darat itu.
Tak Ingin Ambil Alih...
Ia mengatakan, TNI tak berkeinginan mengambil alih penanganan keamanan yang selama ini berada di tangan Polri.
”Setelah ada kondisi seperti ini, ya, barulah kami jadi satu dengan Polri. Tidak ada keinginan kami untuk mengambil alih,” ujar Tandyo.
Diketahui, demo di Jakarta dan berbagai wilayah di Indonesia berakhir ricuh dalam sepekan terakhir ini. Aksi vandalisme dan perusakan fasilitas umum terjadi di tempat demonstrasi itu.
Bahkan, terjadi pula perusakan kantor kepolisian serta penjarahan di rumah sejumlah politisi serta pejabat RI.
Koordinator Setara Institute Hendardi mengingatkan agar kondisi chaos tersebut tak dibiarkan berlarut. Ia memperkirakan akan terjadi aksi lanjutan yang lebih besar dan menyasar kelompok-kelompok lain yang lebih rentan.
Ia juga mengungkapkan, akan lebih berbaya bila kondisi terburuk dari situasi itu terjadi, yakni adanya kebijakan baru yang represif, seperti darurat sipil atau darurat militer.
”Jangan sampai jadi pembenaran-pembenaran tindakan militer,” ujarnya, Minggu (31/8/2025).



