Rabu, 19 November 2025

Murianews, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan pemeriksaan terkait kasus dugaan korupsi kuota haji. Namun, hingga kini, lembaga antirasuah itu belum menetapkan satu tersangka pun dalam kasus itu.

Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan, pihaknya belum menetapkan tersangka karena saat ini masih melakukan analisa keterangan dari para saksi.

”KPK masih terus mendalami dan menganalisis keterangan-keterangan dari para saksi,” ujarnya seperti dikutip dari Antara, Selasa (2/9/2025).

Ia menjelaskan, KPK Masih perlu mendalami keterangan dari saksi-saksi yang telah diperiksa. Di antaranya yakni, mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, Ketua Umum Travel Haji Umrah Indonesia (Kesturi) Asrul Aziz Taba.

Saksi lainnya yakni, staf keuangan Asosiasi Majelis Utama Travel Indonesia Arahan Haji dan Umrah (Mutiara Haji) AR, Manajer Operasional PT Zahra Oto Mandiri atau Uhud Tour periode Oktober 2024-sekarang AP, dan staf PT Anugerah Citra Mulia EH.

Diketahui, Senin (1/9/2025), Yaqut Cholil Qoumas memenuhi panggilan KPK. Ia dicecar 18 pertanyaan dari penyidik. Namun, saat keluar dari Gedung Merah Putih KPK, pria asal Rembang itu tak membeberkan detail pertanyaan yang diberikan.

Kasus ini sendiri mulai diselidiki KPK, 9 Agustus 2025. Dugaan korupsi yang dilakukan yakni penyelewengan penetapan kuota haji tambahan pada 2023-2024.

Dalam kasus tersebut, diduga terdapat kerugian negara hingga Rp 1 triliun rupiah. Selain itu, hak keberangkatan ribuan jemaah haji juga hilang.

Dicegah ke luar negeri... 

KPK telah mencegah tiga orang untuk bepergian ke luar negeri. Salah satunya adalah mantan Menag Yaqut Cholil Qoumas.

Selain ditangani KPK, Pansus Angket Haji DPR RI sebelumnya juga menyatakan pihaknya telah menemukan sejumlah kejanggalan dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024.

Titik poin utama yang disorot pansus adalah perihal pembagian kuota 50 berbanding 50 dari alokasi 20.000 kuota tambahan yang diberikan Pemerintah Arab Saudi.

Saat itu, Kementerian Agama membagi kuota tambahan 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.

Hal tersebut tidak sesuai dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang mengatur kuota haji khusus sebesar 8 persen, sedangkan 92 persen untuk kuota haji reguler.

Komentar

Terpopuler