Tujuh orang tersebut diduga berasal dari kalangan pejabat di Pemprov Bengkulu. Saat kena OTT, mereka dibawa ke Polresta Bengkulu dan Polda Bengkulu untuk pemeriksaan awal.
Salah satu pihak yang turut menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK adalah Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah. OTT tersebut dilakukan terkait dugaan pungutan terhadap pegawai.
Murianews, Kudus – Ada sejumlah peristiwa terkait dugaan tindak pidana korupsi pada tahun 2024 yang mendapat perhatian luas dari berbagai pihak. Peristiwa itu di antaranya adalah adanya operasi tangkap tangan (OTT) di sejumlah daerah hingga gubernur dan bupati terseret korupsi.
Berikut peristiwa menonjol terkait korupsi di tahun 2024 yang dirangkum Murianews.com:
Operasi Tangkap Tangan KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap delapan orang di Bengkulu. OTT tersebut dilakukan, Sabtu (23/11/2024).
Tujuh orang tersebut diduga berasal dari kalangan pejabat di Pemprov Bengkulu. Saat kena OTT, mereka dibawa ke Polresta Bengkulu dan Polda Bengkulu untuk pemeriksaan awal.
Setelah itu, KPK menerbangkan delapan orang tersebut ke Jakarta untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.
Salah satu pihak yang turut menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK adalah Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah. OTT tersebut dilakukan terkait dugaan pungutan terhadap pegawai.
KPK menyita uang tunai senilai Rp7 miliar dalam operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah, beserta sejumlah pejabat lainnya.
Menangkap Delapan Orang...
Uang tersebut ditemukan dalam berbagai bentuk mata uang, yakni rupiah, dolar Amerika, dan dolar Singapura. Uang tersebut ditemukan di empat lokasi berbeda oleh tim penyidik KPK.
Dalam OTT tersebut, penyidik menangkap delapan orang, termasuk Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah, Sekretaris Daerah Bengkulu Isnan Fajri, dan ajudan gubernur Evrianshah.
Setelah diperiksa secara intensif di Gedung Merah Putih KPK, hanya tiga orang yang ditetapkan sebagai tersangka, yakni Rohidin Mersyah, Isnan Fajri, dan Evrianshah.
Terkait kejadian ini, pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Bengkulu mengaku tersangkutnya calon gubernur atau Cagub Rohidin Mersyah dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak mempengaruhi Pilkada Bengkulu.
KPU Bengkulu bahkan menegaskan proses Pilkada tetap jalan terus sesuai dengan jadwal. Termasuk pemilihan akan dilakukan pada tanggal yang sudah ditentukan, yakni 27 November 2024.
Pilkada Bengkulu diikuti dua pasangan calon. Kedua pasangan tersebut yakni paslon nomor urut 01 Helmi Hasan- Mi'an dan pasangan Rohidin Mersyah-Meriani nomor urut 2. Rohidin Mersyah merupakan Gubernur Bengkulu petahana yang mencalonkan diri kembali pada Pilkada Serentak 2024.
Selain di Bengkulu, tim penyidik KPK berhasil menangkap empat pejabat negara dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan pada Minggu (6/10/2024) malam di Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel).
Penangkapan ini terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan suap dalam pengadaan barang dan jasa. Selain empat pejabat negara, turut ditangkap dua orang dari pihak swasta yang diduga terlibat dalam kasus tersebut.
Menyita Uang Rp 10 miliar...
Dalam OTT tersebut, KPK juga menyita uang tunai sebesar Rp 10 miliar yang diduga merupakan hasil suap terkait pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan.
Berikutnya, KPK juga berhasil melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur (Jatim), Jumat (26/1/2024). Dalam OTT ini, KPK berhasil mengamankan 10 orang. Beberapa dari mereka merupakan aparatur sipil negara (ASN).
Sebelumnya, KPK juga melakukan OTT di Labuhanbatu, Sumatera Utara (Sumut), Kamis (12/1/2024). Dalam OTT tersebut, KPK sempat mengamankan sepuluh orang. Saat ini, empat di antaranya berstatus tersangka, sedangkan sisanya sebagai saksi.
Satu di antaranya adalah Bupati Labuhanbatu Erick A Ritonga dengan inisial EAR. Kemudian, ada nama SRS (Rudi Syahputra Ritonga) anggota DPRD Labuhanbatu, ES (Efendy Sahputra) swasta, dan FA (Fazar Syahputra) swasta.
Bupati Erik Adtrada diduga menerima uang suap melalui Rudi Syahputra Ritonga (RSR) selaku orang kepercayaan Erik. Uang itu diberikan dengan kode 'kirahan'. Besaran uang yang diterima EAR melalui RSR sejumlah sekitar Rp 551,5 juta sebagai satu kesatuan dari Rp 1,7 miliar.
Kasus terkait dugaan korupsi berikutnya adalah dua Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan berinisial SM dan NT ditahan Kejaksaan Negeri (Kejari) setempat. Gara-garanya, keduanya tersandung kasus korupsi dan berstatus tersangka.
NT ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara penyalahgunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tahun anggaran 2019-2022, Dana BOSP Kinerja tahun 2022 dan pengelolaan Dana Alokasi Khusus atau DAK tahun 2022 di sekolah setempat.
Kasus Korupsi di Sejumlah Daerah
Kasud dugaan Korupsi juga terjadi di Bandung, Jawa Barat. Ade Suryaman, Kepala SMAN 10 Bandung bersama Bendahara SMAN 10 Bandung Asep Nendi dan seorang pengusaha Ervan Fauzi Rakhman ditetapkan sebagai tersangka korupsi dana BOS.
Membuat Proyek Fiktif...
Kerugian negara dalam kasus korupsi yang dilakukan ketiganya mencapai Rp 664 juta. Sementara motif yang digunakan, yakni membuat proyek fiktif dan mark up anggaran.
Kasus korupsi bermula saat SMAN 10 Bandung mendapatkan dana BOS senilai Rp 2,2 miliar pada 2020 lalu. Kemudian, oleh para tersangka, mereka membuat anggaran belanja fiktif sebesar Rp 469 juta, melakukan markup fee 10 persen untuk proyek sebesar Rp 15 juta.
Lalu, membuat proyek fiktif belanja bahan renovasi ruang ganti olahraga sebesar Rp 36,4 juta, mark up proyek belanja jasa kebersihan Rp 128,4 juta, dan anggaran belanja yang tidak didukung bukti sebesar Rp 14,6 juta.
Tak hanya dana BOS, kasus dugaan korupsi juga dilakukan terhadap dana Penanganan Covid-19. Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Barat saat ini tengah mengusut kasus dugaan korupsi terkait dana penanggulangan Covid-19 di Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumatera Barat.
Kasus yang berfokus pada proyek pengadaan face shield senilai Rp 3,9 miliar pada tahun 2020 ini telah memasuki tahap penyidikan.
Kasus ini bermula dari laporan dugaan korupsi yang masuk pada tahun 2023, terkait pengadaan pelindung wajah senilai Rp 3,9 miliar pada tahun 2020. Laporan tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan penyelidikan dan akhirnya dinaikkan statusnya menjadi penyidikan karena ditemukan dugaan korupsi.
Tak hanya gubernur, kasus korupsi juga menjerat bupati. Salah satunya, Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor yang ditetapkan tersangka. Gus Muhdlor diduga terlibat dalam praktik pemotongan dan penerimaan uang di lingkungan Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo.
Pemotongan Insentif Pajak...
Penetapan tersangka ini didasarkan pada analisis keterangan dari saksi-saksi, tersangka, dan bukti-bukti yang telah dikumpulkan oleh penyidik. Hasilnya, penyidik menemukan indikasi keterlibatan pihak-pihak tertentu dalam kasus korupsi di BPPD Sidoarjo.
Diduga OTT ini terkait kasus korupsi pemotongan insentif pajak dan retribusi daerah. Kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh KPK pada tanggal 25 dan 26 Januari lalu.
Dalam operasi tersebut, tim penyidik berhasil mengamankan sejumlah orang, termasuk anggota keluarga Gus Muhdlor. Namun, setelah penyelidikan lebih lanjut, hanya satu orang yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini, yaitu Bendahara sekaligus Kepala Bagian Umum BPPD Sidoarjo, Siska Wati.