Mereka memilih demonstrasi di depan gerbang Kantor Bupati Jepara. Meskipun tak ada perwakilan buruh yang hadir, rapat tetap berjalan dan menghasilkan keputusan baru.
“Dalam aturannya, kalau diundang mestinya hadir. Kalau tidak hadir, bisa disimpulkan sepakat atau setuju. Kalau hadir tapi tidak sepakat, malah bisa menjadi catatan,” kata Edy kepada Murianews.com, Rabu (22/1/2025).
Rapat itu mengkaji ulang surat keputusan Pj Gubernur Jateng terkait penetapan UMSK 2025 Jepara. Seluruh peserta membahas dampak negatif yang akan terjadi bila UMSK dipaksa untuk diterapkan di Jepara.
Dasar bahasan yang dikaji adalah surat keberatan dari Apindo dan surat dari 32 perusahaan padat karya milik investor asal Cina dan Korea. Tercatat ada 87 ribu buruh yang bekerja di 32 perusahaan itu.
Edy mengaku sudah bertemu dengan para pengusaha itu. Dalam pertemuan itu, rupanya dampak negatif yang dikaji oleh para pengusaha lebih besar dibanding kajian dewan pengupahan.
“(Kajian pengusaha) Justru risikonya jauh lebih tinggi. Kajian dan prediksi kami waktu itu ada 7 ribu karyawan yang akan di PHK (putus hubungan kerja) atau tidak diperpanjang. Ternyata jumlahnya sampai 25 ribu buruh,” sebut Sekretaris Daerah (Sekda) Jepara itu.
Murianews, Jepara – Dewan Pengupahan Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, resmi meninjau ulang upah minimum sektoral 2025 (UMSK 2025). Keputusan itu telah dijadikan sebagai rekomendasi untuk Pj Bupati Jepara yang kemudian akan diserahkan kepada Gubernur Jateng.
Ketua Dewan Pengupahan Kabupaten Jepara, Edy Sujatmiko telah menggelar rapat dengan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan dewan pakar, Rabu (22/1/2025). Namun hanya unsur serikat buruh atau serikat pekerja yang tidak hadir.
Mereka memilih demonstrasi di depan gerbang Kantor Bupati Jepara. Meskipun tak ada perwakilan buruh yang hadir, rapat tetap berjalan dan menghasilkan keputusan baru.
“Dalam aturannya, kalau diundang mestinya hadir. Kalau tidak hadir, bisa disimpulkan sepakat atau setuju. Kalau hadir tapi tidak sepakat, malah bisa menjadi catatan,” kata Edy kepada Murianews.com, Rabu (22/1/2025).
Rapat itu mengkaji ulang surat keputusan Pj Gubernur Jateng terkait penetapan UMSK 2025 Jepara. Seluruh peserta membahas dampak negatif yang akan terjadi bila UMSK dipaksa untuk diterapkan di Jepara.
Dasar bahasan yang dikaji adalah surat keberatan dari Apindo dan surat dari 32 perusahaan padat karya milik investor asal Cina dan Korea. Tercatat ada 87 ribu buruh yang bekerja di 32 perusahaan itu.
Edy mengaku sudah bertemu dengan para pengusaha itu. Dalam pertemuan itu, rupanya dampak negatif yang dikaji oleh para pengusaha lebih besar dibanding kajian dewan pengupahan.
“(Kajian pengusaha) Justru risikonya jauh lebih tinggi. Kajian dan prediksi kami waktu itu ada 7 ribu karyawan yang akan di PHK (putus hubungan kerja) atau tidak diperpanjang. Ternyata jumlahnya sampai 25 ribu buruh,” sebut Sekretaris Daerah (Sekda) Jepara itu.
Resiko tinggi...
Sebelumnya, lanjut dia, PT SAMI JF sudah bersedia membayar UMSK untuk buruh dengan masa kerja 0 hingga 1 tahun. Namun setelah itu akan ada pemberhentian kerja kepada 500 buruh di bulan ini.
“Untuk itu kita harus mengambil langkah cepat. Apakah kita akan biarkan ekonomi Jepara terancam. Sehingga kami lakukan peninjauan ulang. Kami usulkan rekomendasi itu kepada Pj bupati untuk kemudian diusulkan kepada gubernur,” jelas dia.
Bukan hanya pemberhentian pekerja, Edy juga menyebut bahwa sejumlah perusahaan sudah ancang-ancang akan merelokasi tempat usahanya ke daerah lain.
Sebelumnya, UMSK 2025 Jepara yang sudah ditetapkan itu terbagi ke dalam tiga sektor. Di mana besaran kenaikannya berbeda-beda untuk setiap sektor yang ditambah dengan Upah Minimum Kabupaten (UMK) Jepara Tahun 2025 yang naik sebesar 6,5 persen.
Setelah dilakukan peninjauan ulang itu prosentasenya berubah. Penghitungan UMSK tidak ditambah dengan UMK 2025, tetapi UMK 2024. Rinciannya, UMSK sektor 1 berubah menjadi 8-8,5 persen, sektor 2 menjadi 7-7,5 persen dan sektor 3 menjadi 7 persen. Berubah dari sebelumya, sektor 1 sebesar 13 persen, sektor 2 (10 persen), dan sektor 3 (7 persen).
“Angka itu menjadi agak rasional. Itu juga aspirasi dari Apindo yang sudah bertemu dengan para pengusaha. Karena kekuatannya segitu. Sehingga kami revisi,” ujar Edy Sujatmiko.
Editor: Budi Santoso