Bangunan sekolah yang dikenal dengan nama Tiong Hoa Hwee Kwan (THHK) Anno ini berdiri kokoh di kompleks Pecinan, Desa Welahan, Kecamatan Welahan, sekitar 500 meter dari Kelenteng Hok Tek Bio.
Sekolah Tionghoa itu kini milik Yayasan Kelenteng Welahan. Sayangnya, bangunan itu sudah tak terurus dengan baik. Sekitar bangunan disesaki semak belukar.
Pintu besi bertuliskan ornamen Mandarin itu tertutup rapat. Di dekat pintu, terdapat papan bertulisan THHK Anno 1912, Sekolah Pusaka 1956, TK, SD, dan SMP.
”Usia bangunan ini sudah 113 tahun,” sebut Ketua Yayasan Klenteng Welahan, Dicky Sugandi, Senin (20/1/2025).
Ayahnya dulu pernah bersekolah di sana. Berdasarkan cerita mendiang ayahnya, Dicky mengatakan, semula sekolah itu bernama THHK Anno. Namun seiring waktu berjalan, namanya berubah menjadi Sekolah Pusaka.
”Kalau dari literatur yang ada, keberadan sekolah tahun 1912 sudah lebih dari satu abad. Pada 1956 sekolah berubah menjadi sekolah Pusaka. Kalau saya, sekolah di sana waktu namanya sudah ganti Sekolah Pusaka,” sebutnya.
Murianews, Jepara – Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, menyimpan jejak sejarah kehidupan masyarakat Tionghoa yang masih terasa hingga kini.
Salah satu peninggalan bersejarah tersebut adalah bangunan sekolah Tionghoa pertama yang kini telah berusia lebih dari seabad.
Bangunan sekolah yang dikenal dengan nama Tiong Hoa Hwee Kwan (THHK) Anno ini berdiri kokoh di kompleks Pecinan, Desa Welahan, Kecamatan Welahan, sekitar 500 meter dari Kelenteng Hok Tek Bio.
Sekolah Tionghoa itu kini milik Yayasan Kelenteng Welahan. Sayangnya, bangunan itu sudah tak terurus dengan baik. Sekitar bangunan disesaki semak belukar.
Pintu besi bertuliskan ornamen Mandarin itu tertutup rapat. Di dekat pintu, terdapat papan bertulisan THHK Anno 1912, Sekolah Pusaka 1956, TK, SD, dan SMP.
”Usia bangunan ini sudah 113 tahun,” sebut Ketua Yayasan Klenteng Welahan, Dicky Sugandi, Senin (20/1/2025).
Ayahnya dulu pernah bersekolah di sana. Berdasarkan cerita mendiang ayahnya, Dicky mengatakan, semula sekolah itu bernama THHK Anno. Namun seiring waktu berjalan, namanya berubah menjadi Sekolah Pusaka.
”Kalau dari literatur yang ada, keberadan sekolah tahun 1912 sudah lebih dari satu abad. Pada 1956 sekolah berubah menjadi sekolah Pusaka. Kalau saya, sekolah di sana waktu namanya sudah ganti Sekolah Pusaka,” sebutnya.
Siswa Cuma Tiga...
Dicky mengenang, saat itu yang sekolah di sana tak banyak. Satu kelas seangkatannya hanya 14 siswa. Dia lulus pada tahun 1986.
”Jaman saya hanya 14 orang, kelamaan muridnya semakin sedikit.Bahkan dulu pernah murid cuma 3 orang. Saya lulus SD tahun 1986, sudah 40 tahun,” ungkapnya.
Semula, sekolah tersebut hanya menerima siswa dari masyarakat Tionghoa. Namun pada era Orde Baru dan muncul kebijakan pemerintah tentang SD Inpers, sekolah menerima siswa di luar kaum Tionghoa.
Namun seiring berkembangnya zaman, masyarakat Tionghoa di Desa Welahan semakin berkurang. Seingatnya, terakhir jumlah siswa Sekolah Pusaka hanya tiga orang. Hingga akhirnya Sekolah Pusaka terpaksa ditutup sekitar tahun 2000-an.
Dengan kondisi bangunan yang kurang terawat seperti saat ini, Dicky berharap pemerintah bisa merawat Sekolah Tionghoa itu. Meskipun sulit menghidupkan sekolah itu lagi, paling tidak jejak sejarah itu bisa terawat dengan baik.
”Kami sudah bersurat kepada pemerintah. Sudah ada yang datang ke sini. Tapi belum ada jawaban yang jelas,” ucap Dicky.
Editor: Cholis Anwar