Atraksi perang dengan api yang membara ini berhasil menyedot perhatian massa yang memadati jalanan desa.
Mereka adalah para peserta perang obor yang akan saling beradu obor. Ritual dimulai dengan pembakaran kemenyan di perempatan jalan.
Seorang petugas berpakaian adat Jawa kemudian membawa sepiring kemenyan ke depan panggung, diikuti oleh para pemain yang membawa daun pisang kering yang diikat setinggi sekitar 1,5 meter sebagai senjata.
Panitia menyediakan 400 ikat daun pisang kering. Itulah senjata dari para pemain. Suasana pun berubah menjadi riuh saat para pemain saling memukul dengan obor. Api dan bara nyaris membakar tubuh mereka.
Murianews, Jepara – Tradisi unik perang obor kembali memukau puluhan ribu warga di Desa Tegalsambi, Kecamatan Tahunan, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, pada Senin malam (9/6/2025).
Atraksi perang dengan api yang membara ini berhasil menyedot perhatian massa yang memadati jalanan desa.
Selepas Isya, suasana di perempatan Desa Tegalsambi mendadak ramai. Sebanyak empat puluh lelaki, mulai dari remaja hingga paruh baya, bersiap memasuki gelanggang.
Mereka adalah para peserta perang obor yang akan saling beradu obor. Ritual dimulai dengan pembakaran kemenyan di perempatan jalan.
Seorang petugas berpakaian adat Jawa kemudian membawa sepiring kemenyan ke depan panggung, diikuti oleh para pemain yang membawa daun pisang kering yang diikat setinggi sekitar 1,5 meter sebagai senjata.
Sulutan api pertama oleh Bupati Jepara, Witiarso Utomo menandai perang obor di mulai. Dalam waktu sekejap, jalanan berubah menjadi gelanggang perang obor. Para pemain saling mencari pasangan secara acak untuk saling memukul dengan obor.
Panitia menyediakan 400 ikat daun pisang kering. Itulah senjata dari para pemain. Suasana pun berubah menjadi riuh saat para pemain saling memukul dengan obor. Api dan bara nyaris membakar tubuh mereka.
Tak Ada Dendam...
Bukannya marah, mereka justru saling tertawa lepas ketika tubuhnya dipukul dengan api yang berkobar-kobar itu. Tak ada rasa marah. Tak ada rasa dendam.
Mereka menganggap pukulan-pukulan itu sebagai bentuk persahabatan antar lelaki di Desa Tegalsambi.
”Tradisi ini sudah berjalan turun temurun,” kata Petinggi Desa Tegalsami, Agus Santoso.
Agus menyebutkan, para pemain yang merupakan warganya itu memang sudah terlatih sejak muda. Sehingga mereka bisa menjaga dirinya.
”Kalaupun ada yang terluka, kami siapkan minyak yang sudah didoakan. Dengan minyak itu, luka-luka akibat percikan api bisa sembuh,” ujar Agus.
Agus menyampaikan, tradisi ini sudah berjalan turun temurun dan telah menjadi warisan budaya tak benda (WBTB). Tradisi ini juga menjadi rangkaian sedekah bumi desa.
”Sampai sekarang kami terus merawat tradisi yang telah diwariskan para leluhur,” ucap Agus.
Editor: Supriyadi