Angka itu muncul dari Pusat Data dan Teknologi Informasi Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Pusdatin Kemendikdasmen) per 8 September 2025. Jumlah itu diakui pemerintah sebagai tantangan serius.
”Angka ini menjadi tantangan serius yang harus kita tangani bersama,” kata Wakil bupati (Wabup) Jepara, Muhammad Ibnu Hajar, Selasa (9/9/2025).
”Upaya kita menangani ATS bukan hanya sekadar mengembalikan anak ke sekolah, tetapi juga memastikan bahwa mereka memiliki masa depan yang lebih baik, agar tidak terjerumus dalam kemiskinan struktural maupun masalah sosial,” ujarnya.
Sementara Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Jepara, Ali Hidayat menyebut, data anak tidak sekolah yang sudah tervalidasi sejauh ini sebanyak 4.082 anak atau sekitar 42,7 persen. Dia bilang, ATS di Bumi Kartini terdiri dari rentan usia 7-18 tahun.
”Masih terdapat 5476 anak yang belum tervalidasi dan membutuhkan perhatian bersama,” kata Ali.
Murianews, Jepara – Pemkab Jepara, Jawa Tengah, masih punya pekerjaan rumah terkait pendidikan. Di mana saat ini, tercatat ada sebanyak 9.558 anak tidak sekolah (ATS) di Jepara.
Angka itu muncul dari Pusat Data dan Teknologi Informasi Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Pusdatin Kemendikdasmen) per 8 September 2025. Jumlah itu diakui pemerintah sebagai tantangan serius.
”Angka ini menjadi tantangan serius yang harus kita tangani bersama,” kata Wakil bupati (Wabup) Jepara, Muhammad Ibnu Hajar, Selasa (9/9/2025).
Sebagai upayanya, ujar Hajar, Pemkab Jepara tengah merumuskan langkah strategis. Salah satunya dengan memperkuat sinergi lintas sektor, meningkatkan akses pendidikan nonformal, beasiswa, gerakan Jepara Peduli Pendidikan, serta sistem data terpadu ATS.
”Upaya kita menangani ATS bukan hanya sekadar mengembalikan anak ke sekolah, tetapi juga memastikan bahwa mereka memiliki masa depan yang lebih baik, agar tidak terjerumus dalam kemiskinan struktural maupun masalah sosial,” ujarnya.
Sementara Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Jepara, Ali Hidayat menyebut, data anak tidak sekolah yang sudah tervalidasi sejauh ini sebanyak 4.082 anak atau sekitar 42,7 persen. Dia bilang, ATS di Bumi Kartini terdiri dari rentan usia 7-18 tahun.
”Masih terdapat 5476 anak yang belum tervalidasi dan membutuhkan perhatian bersama,” kata Ali.
Ajak camat turun...
Melihat angka itu, Ali mengajak seluruh camat dan satuan pendidikan untuk turun langsung mengajak kembali anak-anak ke bangku sekolah.
”Kami sampaikan semua camat, untuk ditemukan data itu. Anaknya diajak, dirayu untuk kembali bersekolah. Kalau tidak sekolah reguler, bisa kejar paket. harapannya mereka lulus SLTA atau SMA dan MA,” imbuh Ali.
Banyaknya ATS itu, ungkap Ali, disebabkan sejumlah faktor. Terbanyak karena masalah ekonomi dan malas.
”Kemungkinan dari keluarga kurang mampu secara ekonomi. Ada yang sudah malas tidak mau sekolah,”ujarnya.
Tak hanya itu, Ali juga menyebut ada anak yang tak melanjutkan kembali sekolahnya karena mendapatkan bully di lingkungannya.
Di sisi lain, Ali juga mengatakan bahwa penyandang dissabilitas menjadi penyumbang ATS terbesar. Hal itu cukup rasional, sebab di Kota Ukir hanya terdapat satu sekolah luar biasa (SLB).
”Mereka yang berkebutuhan khusus karena SLB kami hanya satu. Padahal banyak saudara kita kemampuan khusus banyak juga, selain itu juga ada sudah menikah, bekerja, sedikit ada kena bully. Tapi memang paling banyak karena ekonomi dan kebutuhan khusus,” tandasnya.
Editor: Anggara Jiwandhana