Asep Guntur Rahayu, Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK RI menyebut, kredit fiktif Bank Jepara Artha itu nilainya sebesar Rp 263,5 miliar. Kredit itu disalurkan kepada 40 debitur yang secara aturan tidak layak menerima.
Debitur yang mendapatkan kucuran kredit Bank Jepara Artha itu berprofesi sebagai pedagang kecil, tukang, buruh, karyawan hingga pengangguran. Seolah-olah memang layak mendapatkan kredit.
“Rata-rata per debitur mendapatkan kredit sebesar Rp 7 miliar. Sebetulnya orang-orang tersebut tidak layak mendapatkan kredit. Tapi karena dipalsukan, tidak dilakukan pengecekan dengan benar, sehingga kredit tetap dikucurkan,” sebut Asep, Kamis (18/9/2025) malam.
Kemudian, MIA dibantu beberapa rekannya berinisial AM, JL, dan JT mencari calon debitur yang mau dipinjam nama dengan dijanjikan fee rata-rata Rp 100 juta per debitur. Selain itu juga untuk menyiapkan dokumen pendukung yang diperlukan Bank Jepara Artha.
Diantaranya berupa perizinan, rekening koran fiktir, foto usaha milik orang lain dan dokumen keuangan yang di mark up agar mencukupi. Dan seolah-olah layak dalam analisa berkas kredit Bank Jepara Artha.
Murianews, Jepara – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI membongkar kasus skandal kredit fiktif pada PT BPR Bank Jepara Artha. Uang kredit fiktif itu dipakai tersangka untuk membeli mobil Civic Turbo hingga tipu-tipu jualan beras.
KPK menetapkan dan menahan lima orang sebagai tersangka dalam skandal kredit fiktif Bank Jepara Artha ini. Mereka adalah JH selaku Dirut Bank Jepara Artha, IN selaku Direktur Bisnis dan Operasional, AN selaku Kepala Divisi Bisnis, Literasi dan Inklusi Keuangan, AS selaku Kepala Bagian Kredit, dan MIA Direktur PT BMG.
Asep Guntur Rahayu, Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK RI menyebut, kredit fiktif Bank Jepara Artha itu nilainya sebesar Rp 263,5 miliar. Kredit itu disalurkan kepada 40 debitur yang secara aturan tidak layak menerima.
Debitur yang mendapatkan kucuran kredit Bank Jepara Artha itu berprofesi sebagai pedagang kecil, tukang, buruh, karyawan hingga pengangguran. Seolah-olah memang layak mendapatkan kredit.
“Rata-rata per debitur mendapatkan kredit sebesar Rp 7 miliar. Sebetulnya orang-orang tersebut tidak layak mendapatkan kredit. Tapi karena dipalsukan, tidak dilakukan pengecekan dengan benar, sehingga kredit tetap dikucurkan,” sebut Asep, Kamis (18/9/2025) malam.
Kemudian, MIA dibantu beberapa rekannya berinisial AM, JL, dan JT mencari calon debitur yang mau dipinjam nama dengan dijanjikan fee rata-rata Rp 100 juta per debitur. Selain itu juga untuk menyiapkan dokumen pendukung yang diperlukan Bank Jepara Artha.
Diantaranya berupa perizinan, rekening koran fiktir, foto usaha milik orang lain dan dokumen keuangan yang di mark up agar mencukupi. Dan seolah-olah layak dalam analisa berkas kredit Bank Jepara Artha.
Debitur Fiktif...
Asep menyebut, pencairan kredit Bank Jepara Artha dari debitur fiktif itu dibagi ke dua pihak. Sebagian dicairkan atau ditransfer ke rekening MI dengan menyisakan Rp 100 juta untuk fee debitur fiktif.
Lalu sebagian yang mengendap pada rekening simpanan pada Bank Jepara Artha, dikelola oleh AN. Dana tersebut ditarik AN dan dipindahkan ke rekening penampungan.
Dari plafond kredit Rp 263,5 miliar itu, lanjut Asep, digunakan untuk berbagai hal. Diantaranya biaya provisi sebesar Rp 2,7 miliar, biaya premi asuransi ke Jamkrida Rp 2,06 miliar di mana terdapat kickback ke JH sebesar Rp 206 juta.
Kemudian, dipakai untuk biaya notaris sebesar Rp 10 miliar. Dalam proses ini terdapat kickback ke IN sebesar Rp 275 juta dan ke AN sebesar Rp 93 juta.
Selanjutnya, uang diberikan kepada 40 debitur sebagai fee sebesar Rp 4,85 miliar, masing-masing Rp 100 juta. Lalu sebesar Rp 95.2 miliar digunakan JH atau manajemen Bank Jepara Artha memperbaiki peforma kredit macet dengan membayar angsuran, pelunasan kredit bermasalah.
“Serta digunakan JH untuk membeli mobil Honda Civic Turbo dan mengambil Rp 1 miliar. AN diminta JH untuk melakukan pencatatan dan pengelolaan seluruh penggunaan dana tersebut,” ungkap Asep.
Beli Tanah...
Kemudian, uang sebesar Rp 150,4 miliar digunakan MIA untuk membeli tanah yang digunakan sebagai agunan 40 debitur fiktif sekitar Rp 60 miliar, angsuran kredit Rp 70 miliar, membeli aset kepentingan pribadi, dan memutar dana dengan membuka usaha jual beras.
Dana kredit fiktif Bank Jepara Artha hanya diputarkan MIA ke rekening-rekening pribadi, PT BMG dan perusahaan lain agar tampak seperti tranksaksi trading beras.
“Jadi di antara rekening-rekening yang milik dia (MIA) saja. Nanti di neracanya, pembukuannya itu kelihatan ada uang masuk uang keluar, jadi terlihat aktif. Padahal hanya di antara rekening MIA sendiri,” imbuh Asep.
Editor: Budi Santoso