Kamis, 20 November 2025

Karena itu, acara lomban atau Pesta Lomban yang biasa jatuh 7 hari setelah Hari Raya Idul Fitri ini menjadi sakral bagi sebagian warga Jepara. Bahkan saat perayaan lomban tersebut banyak masyarakat yang memasak masakan yang lebih istimewa dari Hari Raya Idulfitri.


Lantas tahukah Anda bagaimana Pesta Lomban ini bermula dan bagaimana sejarah serta makna dari Pesta Lomban itu sendiri?


Dari beberapa informasi yang diperoleh di lapangan dan berbagai sumber, awal mula pesta lomban yang disertai larungan merupakan tradisi masyarakat ujungbatu yang digagas oleh petinggi Desa Ujungbatu yang bernama H Sidik.


Ia dikenal masyarakat sebagai orang yang dermawan, sangat kaya raya, bertubuh tinggi besar dan slalu berkuda dalam melakukan aktivitasnya.


Budayawan Jepara Hadi Priyanto menuturkan, H Sidik lahir pada tahun 1875 dan wafat pada tahun 1972. Pada masanya di tahun 1920 ia juga menyewa pulau panjang seumur hidup kepada pemerintahan Hindia Belanda guna dijadikan lahan peternakan untuk kesejahteraan masyarakat Ujungbatu.


“Kronologi kegiatan syawalan yaitu hari pertama hingga hari ke-tiga bulan syawal masyarakat saling bersilaturahmi bermaaf-maafan. Hari keempat hingga keenam mengadakan lomba-lomba yang bertempat di kawasan Kali Wiso antara lain lomba menangkap bebek bercincin emas, balapan renang ember, panjat pinang, balapan perahu dayung dari sekembu hingga muara kali wiso,” ungkapnya.


Nah, pada Hari ketujuh, tambahnya, dijadikan acara menyembelih hewan kerbau, dan pada malam harinya diadakan pagelaran wayang kulit semalam suntuk. Sedangkan daging kerbaunya disajikan pada orang sekampung.


“Hari kedelapan atau satu pekan setelah Lebaran masyarakat Ujungbatu melarung kepala kerbau,” jelas Hadi.


Menurutnya, kata Lomban sendiri berasal dari kata lomba-lomba, lambat laun dari mulut ke mulut masyarakat menyebutnya lombanan dan hingga kini masyarakat Ujungbatu khususnya dan masyarakat Jepara pada umumnya mengenalnya dengan sebutan pesta lomban.


“Maksud dari upacara pelarungan ini adalah sebagai ungkapan rasa terima kasih kepada Allah, yang melimpahkan rizki dan keselamatan kepada warga masyarakat nelayan selama setahun dan berharap pula berkah dan hidayahnya untuk masa depan,” katanya.


Upacara pemberangkatan sesaji kepala kerbau dipimpin oleh Bupati Jepara, sebelum diangkut ke perahu sesaji diberi do’a oleh pemuka agama dan kemudian diangkat oleh para nelayan ke perahu pengangkut diiringi Bupati Jepara bersama dengan rombongan.

Sementara sesaji dilarung ke tengah lautan, para peserta pesta lomban menuju ke “Teluk Jepara” untuk bersiap melakukan Perang Laut dengan amunisi beragam macam ketupat dan lepet tersebut.

Selanjutnya dengan disaksikan ribuan pengunjung Pesta Lomban acara “Perang Teluk” berlangsung ribuan kupat, lepet, kolang kaling telur-telur busuk berhamburan mengenai sasaran dari perahu ke perahu yang lain.

“Perang Teluk” usai setelah Bupati Jepara beserta rombongan seusai melarung sesaji kepala kerbau merapat ke Pantai Kartini dan mendarat di dermaga guna beistirahat dan makan bekal yang telah dibawa dari rumah.

“Di sini para peserta pesta lomban dihibur dengan tarian-tarian tradisional dan hiburan lainnya,” katanya.

Puncak keramaian sendiri berlangsung di Pantai Kartini yang sekarang lebih dikenal dengan sebuta Taman Rekreasi Pantai Kartini, yang mampu menyedot pengunjung lebih dari 40.000 orang wisatawan.

Di sini pula berlangsung berbagai macam lomba masyarakat nelayan Jepara, seperti : lomba dayung, lomba perahu hias, lorodan di atas air, dan aneka lomba lainnya.

Camat Jepara Suhendro mengatakan pada perayaan Lomban tahun ini seharusnya jatuh pada Jumat (22/6/2018) namun karena bertepatan dengan hari Jumat, perayaan diundur menjadi hari Sabtu(23/6/2018) ini.

“Itu lantaran lebaran ketupat jatuh pada Jumat (22/6/2018), maka diundur menjadi Sabtu (23/6/2018). Dikhawatirkan jika bertepatan pada hari Jumat, masyarakat akan meninggalkan sholat Jumat, karena lomban biasanya memakan waktu cukup lama hingga siang,” jelasnya.

Editor : Supriyadi

Komentar

Terpopuler