Salah satunya yakni Puji Ningsih. Istri Agus Winoto itu harus menghadapi banjir setelah menjalani persalinan anak ketiganya pada 23 Februari 2025.
Pada Minggu (9/3/2025) pagi, Ningsih tak menyangka tanggul Sungai Tuntang, Dusun Mintreng, Desa Baturagung jebol lagi. Bahkan, genangan air terus meninggi. Ia mengira, genangan banjir hanya akan seperti pada Januari 2025 lalu.
”Saya pikir hanya sampai mana lah, sampai betis seperti yang sudah-sudah. Tapi ini kok masih tambah tinggi terus. Saya berpikir, kalau tidak mengungsi ini bisa terjebak di Mintreng, tidak bisa keluar,” cerita dia, Senin (17/3/2025).
Menyadari banjir terus meninggi, mau tak mau dia harus mengungsi. Saat itu, banjir sudah setinggi 1,5 meter.
”Kira-kira sekuping. Tinggal atap rumah yang kelihatan. Waktu itu sudah siang, sekitar mau Zuhur. Jebolnya kan pagi, jadi ya memang sudah sangat tinggi,” ujar perempuan 34 tahun itu.
Ia akhirnya mengungsi dengan bantuan seorang warga. Anak pertamanya digendong warga tersebut.
Murianews, Grobogan – Banjir Grobogan akibat jebolnya tanggul Sungai Tuntang di Desa Baturagung, Kecamatan Gubug, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah untuk kali kedua, Minggu (9/3/2025) membawa pilu bagi warga setempat dan sekitarnya.
Salah satunya yakni Puji Ningsih. Istri Agus Winoto itu harus menghadapi banjir setelah menjalani persalinan anak ketiganya pada 23 Februari 2025.
Pada Minggu (9/3/2025) pagi, Ningsih tak menyangka tanggul Sungai Tuntang, Dusun Mintreng, Desa Baturagung jebol lagi. Bahkan, genangan air terus meninggi. Ia mengira, genangan banjir hanya akan seperti pada Januari 2025 lalu.
”Saya pikir hanya sampai mana lah, sampai betis seperti yang sudah-sudah. Tapi ini kok masih tambah tinggi terus. Saya berpikir, kalau tidak mengungsi ini bisa terjebak di Mintreng, tidak bisa keluar,” cerita dia, Senin (17/3/2025).
Menyadari banjir terus meninggi, mau tak mau dia harus mengungsi. Saat itu, banjir sudah setinggi 1,5 meter.
”Kira-kira sekuping. Tinggal atap rumah yang kelihatan. Waktu itu sudah siang, sekitar mau Zuhur. Jebolnya kan pagi, jadi ya memang sudah sangat tinggi,” ujar perempuan 34 tahun itu.
Ia akhirnya mengungsi dengan bantuan seorang warga. Anak pertamanya digendong warga tersebut.
Mengungsi ke Keluarga...
Kemudian, sang suami menggendong anak keduanya yang belum genap dua tahun, dan Ningsih menggendong anak ketiganya yang saat itu baru berumur dua pekan.
”Anak saya yang dua minggu sampai basah punggungnya kena banjir,” kata dia.
Mereka dievakuasi ke tanggul Sungai Tuntang. Pada akhirnya, sebagian warga memang memilih mendirikan pengungsian di tanggul sekitar 50 meter dari titik yang jebol. Ada lebih dari 50 orang mengungsi di sana.
”Antara 50 sampai 100 orang yang mengungsi di tanggul. Ada tiga RT, banyak,” beber Ningsih.
Menurut Ningsih, nasib warga yang mengungsi di tanggul sangat kasihan. Mereka tak kunjung mendapatkan jatah bantuan.
Karena membawa dua bayi, Ningsih pada akhirnya membawa anak-anaknya mengungsi di desa sebelah, Desa Ringinharjo, Kecamatan Gubug. Dia dijemput keluarga besarnya untuk tinggal di sana.
”Senin keesokan harinya dijemput kakak. Disuruh mengungsi ke sana. Kasihan bayinya kalau diajak mengungsi lama-lama,” kata dia.
Mendapat Bantuan...
Sebenarnya, BPBD bersama instansi terkait sudah mendirikan posko pengungsian di gereja di Desa Ringinkidul, desa yang bersebelahan dengan Baturagung.
Namun, menurut Ningsih, daripada tinggal di pengungsian dengan dua bayi, lebih baik tinggal di tempat keluarga besarnya.
”Dari pada di pengungsian, banyak orang, kasihan bayinya. Lebih baik di tempat keluarga,” ujar dia.
Kisah Ningsih menghadapi banjir usai persalinan itu akhirnya diketahui BPBD Grobogan. BPBD pun segera mengirimkan bantuan berupa sembako dan peralatan bayi.
”Dikasih beras, mie instan, dan peralatan bayi,” katanya.
Editor: Zulkifli Fahmi