Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung Heri Pramono menyebutkan status tersangka Tri Yanto merupakan bentuk kriminalisasi bagi seorang whistleblower atau pelapor tindakan kejahatan.
Pasalnya dalam kurun waktu dua tahun lebih sejak pelaporan, Tri Yanto mengalami pemecatan sepihak dengan alasan pelanggaran disiplin yang tidak jelas.
LBH Bandung mengkritik ditersangkakannya Tri Yanto, yang melaporkan dugaan korupsi dana zakat senilai Rp 9,8 miliar dan dana hibah APBD Pemprov Jabar senilai sekitar Rp 3,5 miliar dengan total korupsi Rp 13,3 miliar.
”Status itu juga merupakan kemunduran atas peran serta masyarakat membantu negara memberantas praktik korupsi di lembaga publik khususnya lembaga sosial yang menghimpun dana dari masyarakat berupa zakat, infak, hibah dan dana sosial,” ungkapnya seperti dilansir Antara.
Padahal, kata dia, posisi hukum Tri Yanto selaku pelapor dugaan korupsi dijamin oleh Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban untuk tidak mendapatkan serangan balik, sepanjang laporan itu diberikan dengan iktikad baik.
Bahkan, negara juga dimungkinkan memberi penghargaan kepada warga yang memberi informasi kepada penegak hukum mengenai dugaan korupsi, sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2018.
Murianews, Bandung – Nasib nahas menimpa pelapor dugaan korupsi Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Jabar, Tri Yanto. Mantan Kepala Kepatuhan dan Satuan Audit Internal Baznas Jabar kini jadi tersangka.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung Heri Pramono menyebutkan status tersangka Tri Yanto merupakan bentuk kriminalisasi bagi seorang whistleblower atau pelapor tindakan kejahatan.
Pasalnya dalam kurun waktu dua tahun lebih sejak pelaporan, Tri Yanto mengalami pemecatan sepihak dengan alasan pelanggaran disiplin yang tidak jelas.
Selain itu, ia dilaporkan ke kepolisian dengan tuduhan tindak pidana illegal access dan membocorkan dokumen rahasia yang dijerat dengan Pasal 48 jo Pasal 32 ayat (1) dan (2) Undang-Undang ITE.
LBH Bandung mengkritik ditersangkakannya Tri Yanto, yang melaporkan dugaan korupsi dana zakat senilai Rp 9,8 miliar dan dana hibah APBD Pemprov Jabar senilai sekitar Rp 3,5 miliar dengan total korupsi Rp 13,3 miliar.
”Status itu juga merupakan kemunduran atas peran serta masyarakat membantu negara memberantas praktik korupsi di lembaga publik khususnya lembaga sosial yang menghimpun dana dari masyarakat berupa zakat, infak, hibah dan dana sosial,” ungkapnya seperti dilansir Antara.
Padahal, kata dia, posisi hukum Tri Yanto selaku pelapor dugaan korupsi dijamin oleh Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban untuk tidak mendapatkan serangan balik, sepanjang laporan itu diberikan dengan iktikad baik.
Bahkan, negara juga dimungkinkan memberi penghargaan kepada warga yang memberi informasi kepada penegak hukum mengenai dugaan korupsi, sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2018.
Langgar Undang-Undang...
Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 10 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014, pelapor tidak dapat dituntut secara hukum, baik pidana maupun perdata atas laporan yang akan, sedang, atau telah diberikannya.
”Selanjutnya, jika ada tuntutan hukum terhadap pelapor atas laporannya tersebut, tuntutan hukum tersebut wajib ditunda hingga kasus yang ia laporkan telah diputus oleh pengadilan dan berkekuatan hukum tetap,” tegasnya.
Ia menambahkan Tri Yanto juga memiliki hak konstitusional dengan telah memohon perlindungan kepada LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) dan Komnas HAM (Komisi Nasional Hak Asasi Manusia) yang saat ini pengajuannya masih tahap penelaahan.