Rabu, 19 November 2025

Murianews, Pati – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Pati mengumpulkan para guru Pendidikan Agama Islam (PAI), Senin (31/7/2023). Mereka diajak untuk mencegah radikalisme di kalangan pelajar SMA/SMK sederajat.

Sekitar seratus guru agama SMA/SMK di Kabupaten Pati mengikuti sosialisasi moderasi beragama di Aula Badan Koordinasi Wilayah (Bakorwil) Provinsi Jawa Tengah I Pati. 

Sejumlah narasumber dihadirkan. Di antaranya Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Nahdlatul Ulama (UNISNU) Jepara, Mayadina Rohmi Musfiroh dan Anggota DPRD Jawa Tengah Endro Dwi Cahyono.

Ketua MUI Pati Abdul Karim mengungkapkan acara ini perlu digelar lantaran pola penyebaran radikalisme dimulai dari tingkat SMA. Penyebaran radikalisme biasanya berada di masa transisi, yakni perpindahan dari jenjang SMA ke perguruan tinggi. 

Karim mengutip dari data Badan Intelijen Negara (BIN) setidaknya 15 provinsi di Indonesia menjadi tempat pengembangan radikalisme. Sebanyak 24 persen di antaranya perguruan tinggi serta 33 persen berada di jenjang SMA. 

”Saat ini Kabupaten Pati memang belum. Namun masyarakat Pati yang dikenal multikultural, tidak menutup kemungkinan ada penyerapan. Hal ini perlu ditumbuhkan rasa menghargai dan menghormati mutlak dilakukan,” terangnya. 

Sementara itu, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UNISNU Jepara Mayadina Rohmi Musfiroh mengatakan konsep moderasi beragama penting dibicarakan. Apalagi agenda ini juga masuk dalam menyukseskan program Indonesia Emas tahun 2045 mendatang. 

”Melalui konsep Kementerian Agama (Kemenag) yang namanya moderasi beragama masuk di dalam pembentukan karakter,” terang Mayadina. 

Mayadina menuturkan melalui moderasi beragama sebagai jalan mengajarkan cara pandang, sikap serta perilaku untuk beragama dengan satun. Termasuk dalam memahami esensi ajaran agama yang selama ini mereka anut. 

Mayadina berharap melalui sosialisasi ini, para guru PAI yang hadir dapat memberi tauladan bagi para siswa dengan menerapkan nilai universal agama berupa kemanusiaan dan kesetaraan. Kedua nilai itu harus diejawantahkan melalui sejumlah sikap. Mulai dari sikap adil, berimbang dan taat konstitusi. 

Dari sejumlah poin yang disampaikan, konstitusi menjadi nilai penting bagi dosen UNISNU itu dalam menjalan moderasi beragama. Baginya moderasi beragama yang berlandaskan konstitusi atau perundangan akan menghilangkan kesan 'keras' dalam beragama. 

”Keberadaan konstitusi menjadi salah satu cara menjaga ekspresi beragama. Sehingga beragama secara radikal tidak ada lagi,” tandas dia. 

Sikap ini dicontohkan oleh Mayadina dengan proses penggusuran lokalisasi. Melalui menyerahkan permasalah kepada pihak yang berwenang, kesan agama bermain hakim sendiri dapat dihilangkan. 

Editor: Ali Muntoha

Komentar

Terpopuler