Ia berhasil menciptakan kain revolusioner yang terbuat dari limbah daun nanas dan memiliki kemampuan anti ultraviolet (UV).
Karya inovatif ini bahkan meraih penghargaan Honorable Mention dalam ajang bergengsi Science Project Olympiad (ISPO) tahun 2025 beberapa waktu lalu.
Gudmaniati mengungkapkan ide brilian ini muncul dari keprihatinannya terhadap potensi limbah nanas yang belum termanfaatkan secara optimal di Indonesia, terutama di sekitar tempat tinggalnya yang merupakan salah satu sentra penghasil nanas.
”Saya memilih penelitian ini karena Indonesia merupakan salah satu negara penghasil nanas terbesar. Kebetulan daerah saya juga penghasil nanas, yang limbahnya tidak dimanfaatkan secara optimal. Sehingga limbahnya itu menumpuk,” ujar Gudmaniati, Kamis (17/4/2025).
Selain itu, kondisi iklim tropis Indonesia yang memiliki paparan sinar UV tinggi juga menjadi pendorong kuat bagi idenya. Ia menyadari bahaya sinar UV bagi kulit dan minimnya produk kain yang memiliki perlindungan memadai.
”Sekarang banyak kain yang tidak dilapisi anti UV. Sehingga menyebabkan berbagai masalah kulit. Seperti halnya iritasi dan kanker kulit,” ungkapnya.
Proses penelitian dan pengembangan kain daun nanas anti UV ini memakan waktu sekitar lima bulan.
Murianews, Pati – Inovasi membanggakan datang dari Gudmaniati, seorang siswi SMA PGRI 2 Kayen, Pati.
Ia berhasil menciptakan kain revolusioner yang terbuat dari limbah daun nanas dan memiliki kemampuan anti ultraviolet (UV).
Karya inovatif ini bahkan meraih penghargaan Honorable Mention dalam ajang bergengsi Science Project Olympiad (ISPO) tahun 2025 beberapa waktu lalu.
Gudmaniati mengungkapkan ide brilian ini muncul dari keprihatinannya terhadap potensi limbah nanas yang belum termanfaatkan secara optimal di Indonesia, terutama di sekitar tempat tinggalnya yang merupakan salah satu sentra penghasil nanas.
”Saya memilih penelitian ini karena Indonesia merupakan salah satu negara penghasil nanas terbesar. Kebetulan daerah saya juga penghasil nanas, yang limbahnya tidak dimanfaatkan secara optimal. Sehingga limbahnya itu menumpuk,” ujar Gudmaniati, Kamis (17/4/2025).
Selain itu, kondisi iklim tropis Indonesia yang memiliki paparan sinar UV tinggi juga menjadi pendorong kuat bagi idenya. Ia menyadari bahaya sinar UV bagi kulit dan minimnya produk kain yang memiliki perlindungan memadai.
”Sekarang banyak kain yang tidak dilapisi anti UV. Sehingga menyebabkan berbagai masalah kulit. Seperti halnya iritasi dan kanker kulit,” ungkapnya.
Proses penelitian dan pengembangan kain daun nanas anti UV ini memakan waktu sekitar lima bulan.
Kendala Pengerjaan...
Gudmaniati mengakui adanya kendala selama proses tersebut, terutama karena pengerjaannya masih dilakukan secara manual sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama.
”Untuk kain ukuran 100 X 60 cm, membutuhkan sekitar 15 kilogram daun nanas,” jelasnya mengenai skala produksi awal inovasinya.
Guru Pembimbing SMA PGRI 2 Kayen, Amnah Nur Alfiah, menyatakan kebanggaannya atas prestasi siswanya.
Penghargaan Honorable Mention di ISPO 2025 menjadi bukti kualitas inovasi Gudmaniati yang berhasil bersaing dengan 189 finalis dari berbagai daerah.
”Kain dari daun nanas ini sangat berpotensi dipasarkan secara global. Karena ini menggunakan limbah daun nanas yang pemanfaatannya tidak optimal,” tutur Amnah Nur Alfiah.
Lebih lanjut, ia menjelaskan senyawa seng oksida (ZnO) ditambahkan pada kain daun nanas tersebut untuk memberikan sifat anti ultraviolet. Penambahan ZnO didasari oleh pemahaman akan bahaya sinar UV yang dapat menyebabkan iritasi hingga ruam pada kulit.
Potensi Besar...
Kepala SMA PGRI 2 Kayen, Fitri Maria Ulfah, turut menyampaikan rasa syukur dan apresiasinya atas pencapaian siswanya. Ia melihat potensi besar dalam inovasi ini untuk dikembangkan dan dipasarkan secara luas.
”Saat ini kami juga tengah menjajaki kemungkinan kerjasama agar dapat diproduksi secara massal. Terlebih inovasi ini mampu memberikan terobosan dalam dunia fashion, sehingga bisa dikembangkan lagi,” pungkasnya.
Editor: Supriyadi