Pengeroyokan ini terjadi di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pati, Kamis (2/10/2025) menjelang sidang Pansus pemakzulan. Parahnya, insiden itu terjadi di depan mata Kapolresta Pati, Kombes Pol Jaka Wahyudi.
Teguh pun mempertanyakan kinerja pihak kepolisan yang bertugas mengamankan jalannya rapat Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket DPRD Pati. Pihaknya menyayangkan insiden itu dilakukan di depan Kapolresta Pati.
”Kejadian itu memang di depan mata Pak Kapolres, Pak Jaka. Dan saya harap dari pihak Kapolresta Pati untuk mengevaluasi mereka sendiri,” tegas Teguh.
Menurut Teguh, polisi saja bisa kecolongan kasus kekerasan di hadapan Kapolresta Pati, apalagi di tempat lain. Padahal, Polresta Pati menerjunkan ratusan personel.
”Di depan Kapolres, kok ada kejadian seperti itu, apalagi nanti tidak di depan mereka. Itu sangat bahaya sekali,” katanya.
Teguh menceritakan, pengeroyokan itu dialaminya saat ia hendak masuk Gedung DPRD untuk mengikuti rapat pansus. Namun, karena pintu gerbang utama dijaga ketat dan sempat ada kericuhan, dia diarahkan Kapolresta Pati untuk lewat pintu gerbang sisi Selatan.
”Tapi di situ (gerbang Selatan) tidak terbuka, Pak Botok (Supriyono) memaksa untuk naik. Setelah itu, baru saya naik. Dan waktu saya naik, itu diseret kaki saya sehingga saya keluar,” beber Teguh.
Murianews, Pati – Koordinator Masyarakat Pati Bersatu (MPB), Teguh Istiyanto menjadi korban pengeroyokan atau dimassa yang diduga dilakukan pendukung Bupati Pati Sudewo. Ia pun mendesak polisi mengevaluasi kinerjanya.
Pengeroyokan ini terjadi di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pati, Kamis (2/10/2025) menjelang sidang Pansus pemakzulan. Parahnya, insiden itu terjadi di depan mata Kapolresta Pati, Kombes Pol Jaka Wahyudi.
Teguh pun mempertanyakan kinerja pihak kepolisan yang bertugas mengamankan jalannya rapat Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket DPRD Pati. Pihaknya menyayangkan insiden itu dilakukan di depan Kapolresta Pati.
”Kejadian itu memang di depan mata Pak Kapolres, Pak Jaka. Dan saya harap dari pihak Kapolresta Pati untuk mengevaluasi mereka sendiri,” tegas Teguh.
Menurut Teguh, polisi saja bisa kecolongan kasus kekerasan di hadapan Kapolresta Pati, apalagi di tempat lain. Padahal, Polresta Pati menerjunkan ratusan personel.
”Di depan Kapolres, kok ada kejadian seperti itu, apalagi nanti tidak di depan mereka. Itu sangat bahaya sekali,” katanya.
Teguh menceritakan, pengeroyokan itu dialaminya saat ia hendak masuk Gedung DPRD untuk mengikuti rapat pansus. Namun, karena pintu gerbang utama dijaga ketat dan sempat ada kericuhan, dia diarahkan Kapolresta Pati untuk lewat pintu gerbang sisi Selatan.
”Tapi di situ (gerbang Selatan) tidak terbuka, Pak Botok (Supriyono) memaksa untuk naik. Setelah itu, baru saya naik. Dan waktu saya naik, itu diseret kaki saya sehingga saya keluar,” beber Teguh.
Lapor Polisi...
Saat diseret massa itu, Teguh mencoba bertahan sekuat tenaga. Di situ kemudian dia dipukuli sampai terjatuh hingga diinjak-injak dan hanya bisa berdoa saja supaya selamat.
”Iya saya diinjak-injak, baju sampai sobek. Yang masih sakit itu bagian kepala belakang dan pinggang,” sebutnya.
Untuk membuat laporan kasus kekerasan kepada pihak kepolisian, Teguh masih akan mempertimbangkan dan membahasnya dengan anggota Masyarakat Pati Bersatu.
”Yang paling penting, ini pelajaran bagi kita semua, bagi seluruh masyarakat Pati dan Indonesia. Di sistem demokrasi itu perbedaan pendapat adalah hal yang biasa. Harapan kami untuk orang-orang yang melakukan tindakan anarkis sampai menganiaya orang, itu harus dihentikan,” pungkasnya.
Editor: Zulkifli Fahmi