HUT ke-475 Kudus, Bidang Pendidikan Masih Punya PR Besar
Vega Ma'arijil Ula
Senin, 23 September 2024 14:31:00
Murianews, Kudus – Kabupaten Kudus, Jawa Tengah hari ini berusia ke-475. Di usia yang semakin matang itu, masih terdapat berbagai pekerjaan rumah di bidang pendidikan serta masih banyak guru yang belum menyandang status sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).
Ketua PGRI Kudus, Jawa Tengah, Ahadi Setiawan mengatakan, masih banyak pekerjaan rumah yang belum selesai soal pendidikan dan kesejahteraan guru. Menurutnya, persoalan itu harus segera dibenahi.
”Pembenahan sarpras sekolah perlu ditingkatkan lagi. Terkait sarpras yang butuh perbaikan harus segera diperbaiki. Memang harus ada dana yang dikucurkan, baik itu melalui Pemkab Kudus atau dana dari pusat,” katanya, Senin (23/9/2024).
Ia menambahkan, banyak bangunan sekolah di Kota Kretek yang kondisinya menghawatirkan. Baik itu bagian atap hingga bagian lainnya salah satunya ruang kelas.
”Perbaikan sekolah harus dilakukan agar siswa dapat belajar dengan aman dan nyaman,” sambungnya.
Persoalan guru yang belum mendapatkan fasilitas sebagai tenaga PPPK juga masih sering ditemui. Ia menilai guru wiyata atau honorer perlu difasilitasi menjadi guru berstatus PPPK.
”Untuk guru wiyata supaya difasilitasi dengan PPPK. Karena ketika guru wiyata sudah berstatus sebagai guru PPPK, anggaran dana BOS yang awalnya digunakan untuk membayar guru wiyata bisa digunakan untuk kebutuhan operasional lainnya di sekolah,” terangnya.
Tak berhenti di situ, saat ini banyak kelas di sekolah yang diisi oleh guru berstatus wiyata bakti. Menurutnya, hal itu memperlihatkan adanya kekosongan tenaga guru berstatus PPPK.
”Di jenjang SMP juga masih banyak guru wiyata. Artinya keberadaan guru PPPK masih dibutuhkan. Keinginan kami semoga para guru wiyata segera terfasilitasi menjadi PPPK. Pendataan guru ke Dapodik (Data Pokok Pendidikan, red) juga semoga terus berjalan,” ujarnya.
Sementara itu, Kabid Pendidikan Dasar Disdikpora Kudus, Anggun Nugroho mengatakan pihaknya tidak menampik masih adanya berbagai permasalahan terkait pendidikan. Ia menyebutkan pendidikan, guru, dan kurikulum memang satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
”Terkait fasilitasi guru menjadi PPPK memang bertahap. Sedangkan untuk perbaikan sekolah juga tidak bisa langsung selesai,” ujarnya.
Anggun menambahkan, dalam setahun pihaknya hanya memiliki anggaran berkisar Rp 20 miliar hingga Rp 30 miliar. Nominal itu dirasa belum mampu untuk menyentuh keseluruhan perbaikan bangunan sekolah.
”Ketersediaan dana yang ada tidak bisa menyentuh semua perbaikan. Terkadang sekolah baru dilakukan perbaikan ruang kelas, tiba-tiba perpustakaannya juga mengalami kerusakan,” terangnya.
Editor: Cholis Anwar



