Peserta dari berbagai daerah di kawasan muria pun terjun dan meramaikan agenda ini. Mulai dari Kabupaten Kudus, Kabupaten Pati, Kabupaten Jepara, dan Kabupaten Blora.
Pamong Budaya Ahli Madya Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) X Wikanto Harimurti mengatakan, lomba ini bertujuan melestarikan Bahasa Jawa, khususnya yakni dialek daerah. Terlebih saat ini dialek daerah semakin berkurang.
Keberadaan lomba ini menurutnya menjadi wadah untuk generasi muda untuk mengenal ragam bahasa jawa di kawasan Muria. Yakni Kabupaten Kudus, Kabupaten Pati, Kabupaten Jepara, dan Kabupaten Blora.
”Bahasa Jawa di berbagai daerah di kawasan Muria punya ciri khasnya masing-masing. Bahasa Jawa menjadi lebih bewarna,” sambungnya.
Ia menyampaikan, pada tahun ini lomba terfokus pada bahasa. Namun, pada tahun depan bisa saja berganti ke tema lain. Misalnya tema dolanan atau kuliner tradisional.
”Awal mulanya keinginan kami 40 grup dengan masing-masing grup berisi dua orang. Tetapi secara keseluruhan di lomba kali ini diikuti 34 grup yang berasal dari empat kabupaten,” terangnya.
Murianews, Kudus – Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah X menyelenggarakan Lomba Dialog Bahasa Jawa Dialek Muria se- eks Karesidenan Pati, pada Rabu (3/9/2025) di Hotel Griptha Kudus, Jawa Tengah.
Peserta dari berbagai daerah di kawasan muria pun terjun dan meramaikan agenda ini. Mulai dari Kabupaten Kudus, Kabupaten Pati, Kabupaten Jepara, dan Kabupaten Blora.
Pamong Budaya Ahli Madya Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) X Wikanto Harimurti mengatakan, lomba ini bertujuan melestarikan Bahasa Jawa, khususnya yakni dialek daerah. Terlebih saat ini dialek daerah semakin berkurang.
”Penutur Bahasa Jawa semakin berkurang. Adanya lomba ini tentunya kami berkeinginan mengangkat kembali agar masyarakat bersemangat untuk berbahasa jawa. Apalagi setiap daerah punya dialek atau cengkoknya masing-masing,” katanya, Rabu (3/9/2025).
Keberadaan lomba ini menurutnya menjadi wadah untuk generasi muda untuk mengenal ragam bahasa jawa di kawasan Muria. Yakni Kabupaten Kudus, Kabupaten Pati, Kabupaten Jepara, dan Kabupaten Blora.
”Bahasa Jawa di berbagai daerah di kawasan Muria punya ciri khasnya masing-masing. Bahasa Jawa menjadi lebih bewarna,” sambungnya.
Ia menyampaikan, pada tahun ini lomba terfokus pada bahasa. Namun, pada tahun depan bisa saja berganti ke tema lain. Misalnya tema dolanan atau kuliner tradisional.
”Awal mulanya keinginan kami 40 grup dengan masing-masing grup berisi dua orang. Tetapi secara keseluruhan di lomba kali ini diikuti 34 grup yang berasal dari empat kabupaten,” terangnya.
Harus medok...
Wikanto berharap adanya lomba ini dapat melahirkan generasi penerus penutur bahasa Jawa. Menurut dia generasi muda harus peduli dengan bahasa dan budaya Jawa.
”Generasi muda harus bisa menggali tradisi. Selain itu juga memiliki kemampuan berbudaya serta peduli untuk melestarikan budaya jawa,” ujarnya.
Siswa SMP 1 Jati, Farhan Adinata Chabibi mengatakan pihaknya menampilkan karya sastra klasik Serat Wulangreh yang ditampilkan peserta. Karya dari Pakubuwana IV Surakarta ini berbentuk tembang macapat berisi pesan moral.
Isinya yakni tentang kejujuran dan pentingnya menjaga budaya. Ia berpasangan dengan Dahlia Putri Lestari.
”Kesulitannya paling hanya melafalkan dialek harus medok. Latihannya setiap hari. Kami dibimbing oleh guru Bahasa Jawa,” imbuhnya.
Siswa SMP 2 Cepu, Prabu Satria menampilkan tarian pujangganong dan seni pedalangan. Ia menceritakan asal-usul Kota Baya sambil memperagakan wayang. Ia mengaku sudah menekuni dunia wayang sejak SD. Ia juga belajar di sanggar.
”Saya suka wayang sejak kecil. Sampai saat ini masih terus belajar,” imbuhnya.
Editor: Anggara Jiwandhana