Rabu, 19 November 2025

Murianews, JakartaInvestasi nikel senilai 2,4 miliar dolar AS atau setara Rp 42,66 triliun (bila diasumsikan kurs Rp 15.408 per dolar AS) dari dua perusahaan raksasa asal eropa, BASF dan Eramet batal.

Pembatalan itu dibeberkan Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal Kementerian Investasi/BKPM Nurul Ichwan, Kamis (27/6/2024).

BASF dan Eramet rencananya berinvestasi di Proyek Sonic Bay di Kawasan Industri Teluk Weda, Maluku Utara. Keduanya pun sudah mengantongi legalitas usaha, atas nama PT Eramet Halmahera Nilek (PT EHN).

Proyek ini yakni membangun pabrik pemurnian nikel dengan teknologi High Pressure Acid Leach (HPAL) untuk menghasilkan Mixed Hydroxide Precipitates (MHP).

Namun, investasi tersebut dibatalkan setelah BASF dan Eramet melakukan berbagai evaluasi. Meski begitu, mundurnya dua perusahaan raksasa asal Eropa itu tak mengendorkan minat asing untuk berinvestasi di sektor hilirisasi Indonesia.

’’Kami dari awal terus mengawal rencana investasi ini. Namun pada perjalanannya, perusahaan beralih fokus, sehingga pada akhirnya mengeluarkan keputusan bisnis membatalkan rencana investasi proyek Sonic Bay ini,’’ ujar Nurul seperti dikutip dari CNN Indonesia, Jumat (28/6/2024).

Menurut Nurul, BASF dan Eramet batal melanjutkan investasinya karena adanya perubahan kondisi pasar nikel yang signifikan. Khususnya, pada pilihan nikel yang menjadi bahan baku baterai kendaraan listrik.

Kondisi itu membuat BASF tak lagi memenuhi kebutuhan dengan melakukan investasi suplai material baterai kendaraan listrik. BASF merupakan perusahaan kimia terbesar di dunia asal Jerman.

Perusahaan ini tengah berekspansi ke seluruh dunia, terutama ke Asia. Pada 2002-2005, mereka menginvestasikan 5,6 miliar euro Eropa atau Rp98,30 triliun (asumsi kurs Rp17.554 per euro Eropa) di Asia untuk pabriknya di Nanjing dan Shanghai, China dan Mangalore di India.

Sementara Eramet adalah perusahaan pertambangan dan metalurgi multinasional Prancis. Perusahaan itu memproduksi logam non-ferrous dan turunannya, nikel dan paduan superalloy, dan baja khusus berkinerja tinggi.

Namun, kabar BASF dan Eramet membatalkan investasi nikel itu, dibantah Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia. Ia menyebut, keduanya hanya menunda investasinya, bukan membatalkan.

’’Saya kemaren baru dapat kabar itu dan sampai sekarang kita lagi berdiskusi dengan mereka. Sementara bukan dicabut, tapi di-pending (ditunda) sementara,’’ kata Bahlil, Kamis (27/6) seperti dikutip Detik.com, Jumat (28/6/2024).

Penundaan itu karena, daya beli masyarakat pada kendaraan listrik di Eropa dan Amerika tengah lesu.

’’Daya beli masyarakat terhadap EV, mobil listrik di Eropa itu lagi turun, jadi harga pasarnya turun karena kompetisi dengan mobil-mobil negara lain. Dan Amerika juga lagi lesu pasarnya, oleh karena lagi lesu maka permintaan terhadap baterai itu berkurang,’’ tuturnya.

Bahlil juga menampik mundurnya BASF dan Eramet menjadi tanda bahwa investor luar negeri mulai enggan menanamkan modal di sektor hilirisasi nikel dan kobalt Tanah Air.

’’Enggak, enggak, ini cuma persoalan komoditas ini mobil listriknya di Eropa sama di Amerika saja. Semuanya jalan kok. Korea, Jepang, China, enggak ada masalah,’’ imbuhnya.

Komentar

Terpopuler