Diketahui, gugatan itu berawal dari pemberitaan Tempo edisi 16 Mei 2025 berjudul ”Poles-Poles Beras Busuk”. Pemberitaan itu menyorot kebijakan penyerapan gabah yang dilakukan Bulog sesuai keputusan Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Nomor 14 Tahun 2025.
Kebijakan itu memungkinkan Bapanas menyerap gabah dalam kondisi apapun dengan satu harga, yakni Rp 6500 per kg guna mengejar target cadangan beras nasional.
Judul berita yang memuat diksi ”busuk” itu pun membuat Kementerian Pertanian karena dinilai merugikan citra mereka. Melalui Biro Komunikasinya, mereka kemudian mengajukan keberatan ke Dewan Pers.
Dewan Pers memfasilitasi mediasi dan mengeluarkan Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (PPR) yang berisi lima poin, yakni: Tempo mengganti judul poster, melakukan moderasi komentar di media sosial, serta menyampaikan permintaan maaf kepada pihak pengadu.
Seluruh rekomendasi itu telah dilaksanakan Tempo, termasuk mengganti judul poster menjadi “Main Serap Gabah Rusak” pada 19 Juni 2025.
Namun, Menteri Petanian justru tetap mengajukan gugatan perdata terhadap Tempo pada 1 Juli 2025. Alasannya, terdapat kerugian meterial dan immaterial yang mencapai Rp 200 miliar.
Gugatan itu telah didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan nomor perkara 684/Pdt.G/2025/PN JKT SEL pada 1 Juli 2025. Sidang pertama digelar pada 15 September 2025 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Murianews, Jakarta – Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) mengecam gugatan Andi Amran Sulaiman, Menteri Pertanian atau Mentan ke Tempo terkait motion grapic ”Poles-Poles Beras Busuk”.
Diketahui, gugatan itu berawal dari pemberitaan Tempo edisi 16 Mei 2025 berjudul ”Poles-Poles Beras Busuk”. Pemberitaan itu menyorot kebijakan penyerapan gabah yang dilakukan Bulog sesuai keputusan Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Nomor 14 Tahun 2025.
Kebijakan itu memungkinkan Bapanas menyerap gabah dalam kondisi apapun dengan satu harga, yakni Rp 6500 per kg guna mengejar target cadangan beras nasional.
Judul berita yang memuat diksi ”busuk” itu pun membuat Kementerian Pertanian karena dinilai merugikan citra mereka. Melalui Biro Komunikasinya, mereka kemudian mengajukan keberatan ke Dewan Pers.
Dewan Pers memfasilitasi mediasi dan mengeluarkan Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (PPR) yang berisi lima poin, yakni: Tempo mengganti judul poster, melakukan moderasi komentar di media sosial, serta menyampaikan permintaan maaf kepada pihak pengadu.
Seluruh rekomendasi itu telah dilaksanakan Tempo, termasuk mengganti judul poster menjadi “Main Serap Gabah Rusak” pada 19 Juni 2025.
Namun, Menteri Petanian justru tetap mengajukan gugatan perdata terhadap Tempo pada 1 Juli 2025. Alasannya, terdapat kerugian meterial dan immaterial yang mencapai Rp 200 miliar.
Gugatan itu telah didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan nomor perkara 684/Pdt.G/2025/PN JKT SEL pada 1 Juli 2025. Sidang pertama digelar pada 15 September 2025 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Jadi Preseden Buruk...
Atas gugatan itu, AMSI mengecam langkah pengajuan gugatan perdata ini Karena sangat berpotensi menjadi preseden buruk bagi kebebasan pers dan demokrasi di Indonesia.
Menurutnya, gugatan terhadap media pers, terutama mengenai pemberitaan yang mengulas kebijakan publik, bisa memicu efek jera atau chilling effect bagi jurnalis dan media.
”Sehingga membatasi ruang kritik terhadap kebijakan publik.Padahal, pemberitaan yang berbasis fakta dan akurasi merupakan bagian penting dari fungsi pers sebagai pilar demokrasi dan kontrol sosial,” tulis AMSI dalam keterangan yang diterima Murianews.com, Senin (3/11/2025).
AMSI menilai tudingan dan gugatan hukum itu dapat menjadi preseden yang buruk terkait kriminalisasi pers. Padahal, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers telah menegaskan bahwa sengketa pers diselesaikan melalui Dewan Pers.
”Melanjutkan sengketa ke jalur hukum perdata setelah mekanisme Dewan Pers ditempuh berpotensi melemahkan fungsi lembaga tersebut dan menciptakan ketidakpastian hukum bagi dunia pers,” imbuh AMSI.
AMSI menyerukan agar semua pihak tetap membuka ruang dialog dan mediasi. Menurutnya, penyelesaian sengketa melalui musyawarah, komunikasi terbuka, dan mediasi lebih produktif dan menjaga iklim demokrasi sehat.
Gugatan perdata seharusnya menjadi jalan terakhir bila upaya lain tidak membuahkan solusi adil.
Pertimbangkan Fakta...
AMSI pun berharap PN Jakarta Selatan mempertimbangkan fakta tersebut dalam memutus perkara, agar prinsip kebebasan pers tetap terjaga. Sebab, Tempo telah melaksanakan rekomendasi Dewan Pers.
”Kebebasan pers adalah salah satu pilar demokrasi yang harus dilindungi. Pejabat publik harus siap dikritik selama kritik tersebut didasari fakta, akurasi, dan etika jurnalistik. Media pers berhak menyuarakan isu publik, dan negara berkewajiban melindungi ruang tersebut,” imbuh AMSI.
AMSI menilai kasus ini menjadi momentum guna mempertegas batas yang sehat antara kritik, pemberitaan, dan perlindungan reputasi pejabat publik.
Menurut AMSI, sengketa pers sebaiknya tidak dibawa ke ranah perdata bernilai besar, karena berisiko menekan kebebasan media. Sebaliknya, penyelesaian melalui Dewan Pers harus didorong agar kebebasan pers dan demokrasi di Indonesia tetap terlindungi.