Rabu, 19 November 2025

Murianews, Jakarta – Konflik di Pulau Rempang, Kepulauan Riau, membuat Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah mengambil sikap. Muhammadiyah meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) membatalkan proyek Rempang Eco-City dibatalkan atau dicabut sebagai proyek strategis nasional (PSN).

Dalam keterangan pers yang ditandatangani Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum, HAM dan Hikmah, Busyro Muqoddas, Muhammadiyah juga mengecam langkah yang dilakukan pemerintah melakukan penggusuran warga Pulau Rempang untuk proyek yang dikerjakan swasta.

”Meminta Presiden dan Menteri Koordinator Bidang Perkonomian Republik Indonesia (Mahfud MD, red) untuk mengevaluasi dan mencabut proyek Rempang Eco-City sebagai PSN," katanya dikutip dari CNN Indonesia.

Ia menyebut, Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 7 Tahun 2023 tentang Perubahan Daftar PSN yang menjadi payung hukum Rempang Eco-City baru disahkan 28 Agustus 2023. Proyek ini juga disebut belum dikonsultasikan secara bermakna kepada masyarakat Rempang yang akan terdampak.

Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) dan Majelis Hukum & HAM PP Muhammadiyah juga menyatakan mengecam pemerintah yang menggusur masyarakat Pulau Rempang. Apalagi dalam proses itu, pengerahan Polri dan TNI dianggap berlebihan, seperti yang terjadi pada 7 September 2023 lalu.

Menurutnya, sikap represif dari aparat untuk memaksa warga pindah sangat brutal dan memalukan.

”Mendesak Kepala Kepolisian Republik Indonesia dan Kepolisian Daerah Kepulauan Riau untuk segera membebaskan sejumlah warga yang sedang ditahan serta menarik seluruh aparat bersenjata dari lokasi konflik,” isi pernyataan Muhammadiyah.

LHKP dan MHH juga menilai penggusuran di Pulau Rempang ini menunjukkan kegagalan pemerintah menjalankan mandat konstitusi Indonesia.

Padahal dalam UUD 1945 disebutkan tujuan pendirian negara adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa.

”Selain itu, negara gagal menjalankan Pasal 33 yang menyebutkan bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat" terangnya.

Konflik di Pulau Rempang bermula dari rencana relokasi warga Pulau Rempang, Pulau Galang, dan Pulau Galang Baru. Ini dilakukan lantaran Pulau Rempang akan dijadikan kawasan industri, perdagangan dan wisata yang terintegrasi.

Proyek itu akan dikerjakan oleh PT Makmur Elok Graha (MEG) ditargetkan bisa menarik investasi besar yang akan menggunakan lahan seluas seluas 7.572 hektare atau sekitar 45,89 persen dari total luas Pulau Rempang 16.500 hektare.

Komentar