Kasus Dugaan Korupsi SIHT Kudus, Enam Orang Diperiksa Kejaksaan

Anggara Jiwandhana
Senin, 19 Agustus 2024 18:48:00

Murianews, Kudus – Kejaksaan Negeri atau Kejari Kudus, Jawa Tengah, terus mendalami dugaan tindak pidana korupsi SIHT Kudus atau Sentra Industri Hasil Tembakau Kudus. Enam orang pun diperiksa dalam kasus ini.
Adapun enam orang tersebut di antaranya merupakan Kepala Disnaker Kudus Rini Kartika Hadi Ahmawati, rekanan dalam proyek pengurugan tanah SIHT dan juga pengawas proyek. Meski begitu, enam orang tersebut kini masih berstatus sebagai saksi.
Kasi Pidana Khusus Kejari Kudus Dwi Kurnianto dalam jumpa pers mengungkapkan hal tersebut, Senin (19/8/2024).
”Jadi Bu Rini ini kami hadirkan dan kami periksa sebagai saksi, ada enam orang yang hari ini kami panggil,” ujarnya.
Kemudian di sela pemeriksaannya tersebut, pihak kejaksaan kemudian melakukan penggledahan di Kantor Disnaker Kudus, tepatnya di ruangan Rini. Penggledahan berlangsung mulai pukul 11.00 WIB hingga pukul 15.30 WIB.
”Kemudian Bu Rini kami bawa ke sini lagi karena pemeriksaannya belum selesai,” tuturnya.
Dalam penggledahan tersebut, kejaksaan menyita sejumlah barang bukti dalam dugaan tindak pidana korupsi atau tipikor di proyek pembangunan SIHT Kudus. Adapun beberapa bukti tersebut ialah berkas perjanjian kerja sama, lelang, HP hingga satu buah laptop.
Saat ini sendiri status dari kasus dugaan tipikor ini masih dalam proses pemanggilan saksi. Penetapan tersangka akan dilakukan ketika bukti sudah kuat.
Kejaksaan Negeri atau Kejari Kudus, Jawa Tengah mengonfirmasi adanya dugaan tindak pidana korupsi atau tipikor di proyek SIHT Kudus milik Disnaker Perinkop.
Adapun rincian dugaan tipikornya adalah bahwa pada tahun 2023 dinas ketenagakerjaan melakukan kegiatan pembangunan sentra industri hasil tembakau (SIHT) yang salah satunya terdapat pekerjaan Urug yang memiliki volume 43.223 m².
Selanjutnya, dalam pekerjaan tersebut dilaksanakan dengan metode E-Catalog dengan pemenang berkontrak dengan nilai kontrak sebesar Rp 9.163.488.000 dengan harga satuan sebesar Rp 212.000.
Oleh direktur tersebut pekerjaannya tidak dikerjakan langsung, melainkan dikerjasamakan lagi dengan oknum bernama SK dengan nilai kontrak yang disunat sebesar Rp 4.041.350.500 (harga satuan Rp 93.500) tanpa sepengetahuan PPK.
Yang paling parah, kemudian oleh oknum SK tersebut penyelesaianya kembali dikerjasamakan lagi dengan oknum AK dengan nominal yang kembali disunat dengan hanya menyisakan anggaran sebesar Rp 3.112.056.000 (harga satuan Rp 72.000) tanpa sepengetahuan PPK.
Selain itu ditemukan fakta bahwa bahan material yang dipergunakan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut tidak berasal dari kuwari sesuai dengan surat dukungan