Dalam pertimbangannya, hakim menyoroti ketidakmampuan Lembong dalam menjamin harga gula yang stabil dan terjangkau bagi masyarakat. Selama masa jabatannya, harga gula kristal putih tercatat tidak pernah stabil dan terus mengalami kenaikan, dari Rp13.149 per kilogram pada Januari 2016 menjadi Rp14.213 per kilogram pada Desember 2019.
"Ini membuktikan bahwa terdakwa telah mengabaikan kepentingan masyarakat sebagai konsumen akhir untuk mendapatkan gula kristal putih dengan harga stabil dan terjangkau," ujar Dennie.
Meskipun demikian, majelis hakim juga mempertimbangkan sejumlah hal yang meringankan. Di antaranya, Tom Lembong belum pernah dihukum, bersikap sopan selama proses persidangan, dan tidak menikmati hasil dari tindak pidana korupsi yang dilakukan.
Selain itu, ia juga telah menitipkan sejumlah uang ke Kejaksaan Agung sebagai bentuk penggantian kerugian negara. Masih belum diketahui bagaimana sikap Tom Lembong atas vonis ini. Apakah akan mengajukan banding atau menerima.
Murianews, Kudus — Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan vonis empat tahun enam bulan (4,5 tahun) penjara untuk mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong atau yang lebih dikenal sebagai Tom Lembong. Vonis ini dijatuhkan di sidang kasus korupsi impor gula digelar, Jumat (18/7/2025).
Dalam persidangan, Tom Lembong dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama terkait kebijakan impor gula selama masa jabatannya. Dalam sidang putusan, Ketua Majelis Hakim Dennie Arsan Fatrika mengungkapkan, terdakwa terbukti tidak menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.
Dilansir dari Tempo.co, terdakwa dinilai lebih mengutamakan pendekatan ekonomi kapitalis dibandingkan sistem ekonomi Pancasila. Sehingga menimbulkan kerugian bagi negara dalam kasus ini.
"Terdakwa saat menjadi Menteri Perdagangan, terkesan lebih mengedepankan ekonomi kapitalis dibandingkan dengan sistem demokrasi ekonomi dan sistem ekonomi Pancasila berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 yang mengedepankan kesejahteraan umum dan keadilan sosial," tegas Dennie dalam persidangan.
Majelis Hakim juga menilai kebijakan yang diambil Tom Lembong tidak berdasarkan asas kepastian hukum. Serta mengabaikan regulasi yang seharusnya menjadi landasan dalam pengambilan keputusan.
"Terdakwa tidak melaksanakan tugas dan tanggung jawab berdasarkan asas kepastian hukum dan tidak menjadikan peraturan perundangan sebagai dasar pengambilan kebijakan dalam pengendalian dan stabilitas harga di bidang perdagangan, khususnya gula," lanjut Dennie.
Tak Pernah Stabil...
Dalam pertimbangannya, hakim menyoroti ketidakmampuan Lembong dalam menjamin harga gula yang stabil dan terjangkau bagi masyarakat. Selama masa jabatannya, harga gula kristal putih tercatat tidak pernah stabil dan terus mengalami kenaikan, dari Rp13.149 per kilogram pada Januari 2016 menjadi Rp14.213 per kilogram pada Desember 2019.
"Ini membuktikan bahwa terdakwa telah mengabaikan kepentingan masyarakat sebagai konsumen akhir untuk mendapatkan gula kristal putih dengan harga stabil dan terjangkau," ujar Dennie.
Meskipun demikian, majelis hakim juga mempertimbangkan sejumlah hal yang meringankan. Di antaranya, Tom Lembong belum pernah dihukum, bersikap sopan selama proses persidangan, dan tidak menikmati hasil dari tindak pidana korupsi yang dilakukan.
Selain itu, ia juga telah menitipkan sejumlah uang ke Kejaksaan Agung sebagai bentuk penggantian kerugian negara. Masih belum diketahui bagaimana sikap Tom Lembong atas vonis ini. Apakah akan mengajukan banding atau menerima.